Penggunaan Ganja di Bidang Medis dari Perspektif Kepastian dan Kemanfaatan Hukum
Kolom

Penggunaan Ganja di Bidang Medis dari Perspektif Kepastian dan Kemanfaatan Hukum

Perlu dilakukan riset secara mendalam mengenai manfaat ganja dalam bidang medis dan kesehatan. Hasil riset dapat memberikan sumbangsih keilmuan mengenai pemanfaatan ganja secara proporsional dan sesuai kaedah ilmiah.

Bacaan 9 Menit

Bagi orang menggunakan Narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp10 miliar. Terdapat ancaman pidana dengan pemberatan apabila penggunaan narkotika golongan I tersebut mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau dipidana paling singkat 5 tahun dan paling banyak 20 tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Kemanfaatan Hukum dalam Penggunaan Ganja

L.M. Perry, dalam bukunya yang berjudul Medical Plants of East and Souteast Asia Atributed Properties and Uses (Massachusetts and London, England: The MT Press Cambridge, 1980) menyatakan bahwa tanaman ganja mengandung Cannabin, yaitu suatu resin yang amorf, berisi substansi berwarna kemerah-merahan yang terdiri atas Cannabinol (CBN) dan Cannabidiol (CBD). Di samping itu, tanaman ganja juga mengandung Tetrahydrocannabinol (THC), yaitu suatu substansi yang sangat aktif.

Nicoll dan Alger, dalam artikelnya yang berjudul “The Brain’s Own Marijuana” di majalah Scientific American, Inc. menyatakan bahwa ganja sebagai sebuah tanaman mengandung manfaat karena mengandung Tetrahydrocannabinol (THC). Mereka menyatakan bahwa otak manusia juga memproduksi zat yang identik dengan THC. Kitab Pen T’sao Ching, yang berasal dari kumpulan catatan Kaisar Shen Nung pada tahun 2900 SM, adalah salah satu kitab pengobatan tertua di dunia yang menyebutkan kegunaan tanaman ganja (mariyuana) untuk menghilangkan sakit menstruasi, asam urat, rematik, malaria, beri-beri, gangguan pencernaan, gangguan kehamilan dan pelupa.

Beberapa penelitian menganalisis manfaat Tetrahydrocannabinol (THC) dan Cannabidiol (CBD) dari tanaman ganja, yaitu sebagai penghilang rasa sakit atau analgesik (Barth Wesley et al., “A Randomized Placebo-Controlled, Crossover Trial of Cannabis Cigarettes in Neuropathic Pain,” Journal Pain 9 (2008)); membantu pengobatan Human Immunodeficiency Virus atau HIV (Martin Martinez, The New Prescription: Marijuana as Medicine, (California: Quick American Archives, 2000); pengobatan asma (P. Tashkin, et al., “Effects of Smoked Marihuana and Experimentally Induces Asthma,” American Review of Respiratory Diseases 122 (1975)); membantu pengobatan pasien kanker (Claudia Grimaldi, “Anandamide Inhibits Adhesion and Migration of Breast Cancer Cells,” Experimental Cell Research 312 (2006)); membantu pengobatan epilepsi (Martin Martinez, The New Prescription: Marijuana as Medicine); pengobatan glaukoma (R. S. Hepler dan Frank I. R., “Marijuana Smoking and Intraocular Pressure,” Journal of the American Medical Association 217 (September, 1971)); pengobatan multiple sclerosis (American For Safe Access (ASA), Multiple Sclerosis and Medical Cannabis (California: Americans For Safe Access, 2011); terapi untuk pengobatan insomnia (Elisaldo A. Carlini dan Jomar M. Cunha, “Hypnotic and Antiepileptic Effects of Cannabidiol,” Journal of Clinical Pharmacology 21 (1981)).

Manfaat ganja dalam bidang medis tersebut, kemudian menginspirasi beberapa orang yang tidak mempunyai latar belakang medis maupun kesehatan untuk melakukan “eksperimen medis”. Salah satunya adalah tercermin dalam Putusan Pengadilan Negeri Sanggau Nomor 111/Pid.Sus/2017/PN.Sag. Dalam kasus ini, FAS melakukan pengobatan terhadap istrinya (YR) yang menderita sringomyelia. Pengobatan itu dilakukan dengan mempergunakan olahan ganja yang berasal dari tanaman ganja yang ditanam sendiri di rumah oleh FAS. Keterampilan dan pengetahuan dalam bercocok tanam dan mengolah ganja diperoleh FAS secara otodidak melalui literatur.

“Eksperimen medis” ini dilakukan karena FAS putus asa dengan kondisi kesehatan YR yang semakin memburuk, meskipun telah berobat ke beberapa rumah sakit di Kalimantan. FAS disarankan oleh rumah sakit di Kalimantan untuk merujuk YR ke rumah sakit di Pulau Jawa, tetapi kondisi YR tidak memungkinkan. Kondisi YR membaik setelah mengonsumsi olahan ganja, yang ditandai dengan mulai munculnya nafsu makan dan berkurangnya nyeri serta mual. Namun, YR kemudian meninggal dunia saat FAS sedang menjalani proses hukum. Dalam menjatuhkan putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan berbagai keadaan. Salah satu keadaan yang meringankan terdakwa adalah terdakwa menggunakan narkotika tersebut untuk mengobati istrinya.

Beberapa ketentuan yang terdapat di dalam UU Nomor 35 tahun 2009, mengatur mengenai penggunaan narkotika (termasuk juga ganja) dalam bidang kesehatan, di antaranya adalah: “bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan…….” (Konsiderans Menimbang huruf c); “menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi” (Pasal 4 huruf a); “Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi” (Pasal 7). Namun, terkadang, kepastian hukum yang terdapat di dalam UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika belum dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Artinya, regulasi mengenai penggunaan ganja dalam bidang medis, terkadang belum dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait