Penggunaan Instrumen Hukum untuk Kepentingan Politik Dominan di 2019
Berita

Penggunaan Instrumen Hukum untuk Kepentingan Politik Dominan di 2019

Terkonsolidasinya kepentingan para pemegang kursi kekuasaan yang didominasi para elite partai politik.

Oleh:
Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Berbagai fenomena tersebut memunculkan satu benang merah. Fajri menyebutkan, semakin terkonsolidasinya kepentingan para pemegang kursi kekuasaan yang didominasi para elite partai politik. Konsolidasi kepentingan itu dilakukan seolah sejalan dengan ketentuan yang berlaku karena semua proses dilakukan dalam bentuk pengambilan kebijakan ataupun pembentukan peraturan perundang-undangan yang absah secara hukum.

 

Namun di sisi lain, pelibatan publik amat minim dalam setiap proses itu. Akibatnya, posisi masyarakat yang sesungguhnya menjadi pemangku kepentingan utama dalam setiap pengambilan kebijakan dan pembentukan peraturan, justru semakin lemah dan terpinggirkan. “Pada tataran yang tidak sekadar normatif, kondisi itu jelas telah menyimpang dari prinsip-prinsip negara hukum,” terang Fajri.

 

Cabang kekuasaan kehakiman pun menurut Fajri belum sepenuhnya dapat menjadi tumpuan harapan untuk membersihkan perangkat negara dari segelintir elite yang sekadar ingin menguntungkan diri sendiri dan kelompoknya. Sepanjang 2019, setidaknya dua putusan yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dinilai tidak menguntungkan perjuangan pemberantasan korupsi.

 

Keduanya yaitu putusan lepas atas terdakwa kasus BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung, dan putusan bebas atas terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Sofyan Basir. Kualitas putusan-putusan pengadilan yang dinilai belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat tersebut seakan menjadi noda bagi dunia peradilan yang sesungguhnya cukup diwarnai sejumlah terobosan positif dalam beberapa tahun terakhir.

 

Baca:

 

Untuk itu, Fajri menyebutkan, PSHK mengeluarkan sejumlah rekomendasi menghadapi 2020. Pertama, konsolidasi gerakan masyarakat sipil perlu diperkuat sebagai upaya untuk mengontrol setiap kebijakan pemerintah. Kedua, Pemerintah dan DPR harus membuka seluas-luasnya ruang partisipasi publik dalam setiap pembentukan peraturan dan kebijakan. Ketiga, pembangunan sektor ekonomi harus senantiasa berjalan dengan berbasis pada nila-nilai perlindungan hak asasi manusia, antikorupsi, dan pelestarian lingkungan.

 

Keempat, proses pembentukan kebijakan dan peraturan serta pembangunan di berbagai sektor bebas dari pengistimewaan kelompok pemilik modal karena hal itu berpotensi menciptakan segregasi yang semakin dalam di tengah masyarakat dan kelima, Pemerintah harus meninggalkan pendekatan represif dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum.

Tags:

Berita Terkait