Penghalangan Akses Persidangan Fatia-Haris Menuai Kecaman
Terbaru

Penghalangan Akses Persidangan Fatia-Haris Menuai Kecaman

Bentuk penghalangan antara lain membatasi kuasa hukum Fatia-Haris yang masuk ke ruang sidang hanya 12 orang, begitu juga dengan masyarakat yang ingin menyaksikan persidangan termasuk jurnalis.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Foto: RES
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Foto: RES

Persidangan kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan, dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti masuk tahap pemeriksaan saksi. Saksi yang diperiksa dalam persidangan itu yakni Luhut Binsar Panjaitan. Namun terdapat pembatasan terhadap kuasa hukum, pengunjung, dan jurnalis untuk hadir dalam persidangan.

 

Tim Kuasa Hukum Fatia-Haris mengecam tindakan  tersebut. Salah satu kuasa hukum Fatia-Haris yakni  Muhammad Isnur, mengatakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023) kemarin itu semakin jelas jaksa penuntut umum (JPU) bukan lagi mewakili kepentingan negara tapi seolah seperti kuasa hukum Luhut. Misalnya JPU bertanya kepada saksi tentang hal yang tidak ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan dakwaan yakni percakapan antara saksi dengan Haris.

Pertanyaan yang dilontarkan JPU menurut Isnur sudah disiapkan sebelumnya untuk menimbulkan kesan bahwa Haris adalah pemain dan dalam hal ini meminta saham. Bahkan lebih jauh lagi JPU mencoba mengarahkan jika podcast Haris dalam akun media sosialnya yang mengangkat isu Papua sebagai balasan tidak diberikan saham oleh Luhut.

“Hal itu jelas tidak relevan dan tidak bersesuaian dengan proses hukum yang telah berjalan sebelumnya,” katanya dikonfirmasi, Jumat (9/6/2023).

Baca juga:

Selaras itu berbagai akun media sosial yang diketahui terafiliasi dengan Luhut mengangkat isu saham tersebut tanpa mendengar penjelasan di persidangan sampai akhir. Isnur melihat dalam persidangan itu Luhut menyatakan ketika Haris meminta saham tujuannya untuk masyarakat adat Papua dan dalam kapasitas sebagai kuasa hukum mereka.

Menurut Isnur hal itu menunjukkan ada skenario untuk mengalihkan isu utama dalam persidangan yakni dugaan keterlibatan perusahaan Luhut di Papua. Ironisnya, upaya penyebarluasan isu ini dilakukan tanpa mengkonfirmasi bahkan tidak mendengarkan hingga akhir, di mana setiap terdakwa diberi kesempatan untuk memberikan respon atas keterangan saksi.

Tags:

Berita Terkait