Penghentian Pengiriman TKI Kewenangan Pemerintah
Berita

Penghentian Pengiriman TKI Kewenangan Pemerintah

Tidak ada diskriminasi dalam larangan atau penghentian penempatan TKI.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Terminal kedatangan khusus TKI  di Bandara Soekarno-Hatta. Foto: ilustrasi (Sgp)
Terminal kedatangan khusus TKI di Bandara Soekarno-Hatta. Foto: ilustrasi (Sgp)
Penolakan perusahaan pengiriman tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) atas kebijakan penghentian pengiriman TKI ke negara Timur Tengah akhirnya kandas. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak uji materi sejumlah pasal dalam UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKI). Alasannya, kebijakan penghentian pengiriman TKI merupakan kewenangan pemerintah atas dasar alasan yang ditentukan dalam UU PPTKI tersebut.

Perusahaan pegelola jasa TKI memang mempersoalkan kebijakan larangan pengiriman atau penempatan TKI ke negara-negara Timur Tengah. Pemerintah bahkan mengancam sanksi pidana kepada perusahaan yang bersikukuh melanggar larangan itu.

Dalam putusan bernomor 61/PUU-XIII/2015, Mahkamah Konstitusi berpendapat dalil para pemohon terkait larangan atau penghentian TKI domestik seperti diatur Pasal 81 ayat (1) UU PPTKI tak dapat dibenarkan. Sebab, menurut Mahkamah, penempatan atau tidak rombongan TKI ke suatu negara merupakan kewenangan Pemerintah Indonesia. Penghentian sementara pengiriman tenaga kerja domestik ke luar negeri dimaksudkan Pemerintah agar semua pihak terkait (stakeholders)melakukan evaluasi dan pembenahan sistem penempatan dan perlindungan TKI informal/domestik.

“Penetapan negara-negara tertentu tertutup bagi penempatan TKI, seperti ditentukan dalam Pasal 27 ayat (1) UU No. 39/2004 merupakan kewenangan Pemerintah, in casu Kemenaker. Kewenangan ini dalam rangka mengimplemetasikan kedua pasal a quo, sehingga menurut Mahkamah bukan merupakan persoalan konstitusionalitas,” ujar Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul saat membacakan pertimbangan putusan.

Mahkamah beralasan masalah penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri menyangkut hubungan antar negara, sehingga sudah sewajarnya menjadi kewenangan Pemerintah termasuk mengeluarkan kebijakan moratorium pelarangan atau penghentian dan penetapan negara-negara tertentu yang tertutup bagi penempatan TKI.

“Moratorium larangan atau penghentian dan penetapan negara-negara tertentu tertutup bagi penempatan TKI tidak bersifat diskriminatif. Sebab, TKI domestik memiliki perbedaan dengan mereka yang memiliki ketrampilan dan pendidikan lebih tinggi, sehingga mendapat pelayanan/perlakuan yang berbeda sehingga lebih terlindungi,” tutur Manahan.

Dia melanjutkan perbedaan pelayanan atau perlakuan bukan mendiskriminasikan suatu kelompok dengan kelompok masyarakat lainnya. Namun, hal ini untuk menegakkan hak-hak warga negara memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Sebelumnya, PT Gayung Mulya Ikif (PPTKIS), Nurbayanti (eks TKI Arab Saudi), dan Abbdusalam (calon TKI Arab Saudi) mempersoalkan Pasal 11 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan (2), Pasal 94 ayat (1) dan (2), dan Pasal 95 ayat (1) dan (2) UU PPTKI. Ketentuan itu dinilai diskriminatif dan rentan disalahgunakan karena membatasi atau menghentikan pengiriman TKI ke negara timur tengah. Akibatnya, para pemohon tidak dapat menjalankan usahanya dan para calon TKI tidak dapat bekerja lagi di Arab Saudi.

Secara teknis, aturan itu dituangkan dalam SE Kemenaker pada 29 Juli 2009 yang menghentikan penempatan ke negara Kuwait, 29 Juli 2010 menghentikan penempatan tenaga kerja sektor domestik ke negara Yordania, 23 Juni 2011 menghentikan penempatan ke negara Arab Saudi. Negara yang diperbolehkan oleh Kemenaker/BNP2TKI adalah Korea, Japan, Malaysia, Singapore, Hongkong dan Taiwan.

Para pemohon berharap bisa bekerja ke Arab Saudi yang selama ini tidak perlu mengeluarkan biaya perekrutan, administrasi, dan pemotongan gaji karena ditanggung PPTKIS/Pengguna TKI di negara tujuan. Berbeda, jika bekerja di negara Asia Pasifik seperti Taiwan dan Hongkong diwajibkan mengeluarkan biaya penempatan dan ada pemotongan gaji.Karenanya, Para pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal itu karena bertentangan dengan UUD 1945.
Tags: