Pengorbanan Tuti Hadiputranto Jadi Top Lawyer: Dikritik Anak Hingga Dicibir Rekan Advokat
Utama

Pengorbanan Tuti Hadiputranto Jadi Top Lawyer: Dikritik Anak Hingga Dicibir Rekan Advokat

Menjadi lawyer hebat harus punya komitmen tinggi.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit

“Nanti daripada berantem ya kan? Ini sekarang buktinya Aryani jadi diplomat kan,” terangnya. Dalam diskusi terungkap jika anaknya yang bernama Aryani bertugas sebagai diplomat AS di Myanmar.

Dikritik advokat

Tantangan sebagai lawyer bukan hanya datang dari keluarga karena minimnya waktu, tetapi juga dari sesama rekan profesi advokat. Misalnya ketika ia mempunyai pendapat tidak lazim terkait dengan pasar modal yang kala itu masih berada di bawah Kementerian Keuangan. Ketika dalam buku daftar saham yang tercatat sebagai pemilik saham adalah Kustodian.

“Kustodian tidak memiliki saham tapi hanya memegang saham atas trust investornya, makanya saya tidak sependapat karena bisa nantinya Kustodian dituntut,” jelasnya.

“Apa yang saya lakukan banyak sekali tantangannya, justru dari lawyer sendiri, bahkan ada yang bilang orang dari grogol yang berpendapat seperti itu. Saya hanya mau solve problem tanpa conflict of interest,” sambungnya.

Kemudian berkaitan dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang ketika itu sedang ramai dibicarakan. Kejadian yang terjadi pada saat krisis ekonomi tersebut menyebabkan banyak bank yang dilikuidasi dan ada yang pantas menerima bailout. Permasalahannya ketika itu harga saham di bank menurut aturan adalah Rp500 per lembar, sementara pada saat masuk BPPN nilainya anjlok hanya sebesar Rp1,5 hingga Rp10.

Lalu bagaimana pemerintah mau bailout bank tersebut? Menurut Tuti, ada permasalahan di sini karena tidak mungkin pemerintah membayar Rp500 per lembar saham sementara nilainya sudah menurun jauh. Setelah itu ia memberikan saran jika bisa dikeluarkan saham baru dengan nilai yang berbeda sebagai solusi dan hal itu pun disetujui Departemen Kehakiman.

“Saya bilang keluarkan saham baru yang berbeda dengan hak yang sama. Kenapa saya pendapat itu bisa dilakukan bayangkan itu saham tbk, kalau masih listing di bursa mereka lakukan perdagangan dengan saham sebenarnya masa harga saham Rp10 masa mereka harus beli Rp500 kan enggak fair, saya dikritik habis, tapi enggak apa yang penting saya enggak punya conflict of interest.

Tuti mengatakan memang ada aturan hukum yang berlaku dan kita harus menaatinya, namun dalam suatu keadaan yang mendesak apalagi berkaitan dengan keuangan negara, maka aturan itu bisa dirubah dan disesuaikan dengan keadaan yang terjadi. Ia pun mengerti ada sejumlah pihak yang melancarkan kritik atas sarannya itu, namun menurutnya hal tersebut merupakan jalan terbaik dengan keadaan pada saat krisis ekonomi kala itu.

”Karena waktu itu  belum pernah ada saham yang keluar dengan nilai yang berbeda,” sambungnya.

Tags:

Berita Terkait