Pensiun dan Kelanjutan Hubungan Kerja Setelah Pensiun
Kolom

Pensiun dan Kelanjutan Hubungan Kerja Setelah Pensiun

Anotasi Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2021, terkait hak-hak pekerja yang pensiun kemudian dipekerjakan kembali.

Bacaan 6 Menit
Dr. Willy Farianto
Dr. Willy Farianto

Pada tanggal 28 Desember 2021, Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan (selanjutnya disebut ‘SEMA 5/2021’). Dalam butir B Rumusan Hukum Kamar Perdata, angka 2 Perdata Khusus huruf b Perselisihan Hubungan Industrial sub (1) diatur sebagai berikut:

"Pekerja/buruh yang melanjutkan kembali hubungan kerja dengan pengusaha pada perusahaan yang sama setelah pensiun dan telah mendapatkan hak-hak pensiunnya, maka dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pekerja/buruh hanya berhak atas uang penghargaan masa kerja semenjak dipekerjakan kembali sesuai dengan peraturan perundang-undangan."

Ketentuan SEMA RI ini dapat dipahami bahwa setelah pekerja pensiun dapat dipekerjakan kembali dengan hak PHK berupa penghargaan masa kerja. Menarik untuk dilakukan telaah hukum terhadap Pasal 154 ayat 1 huruf n, UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), yang menyatakan pemutusan hubungan kerja terjadi karena alasan pekerja/buruh memasuki usia pensiun. Ketentuan ini menggantikan Pasal 167 UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).

Dalam peraturan pelaksananya PP 35 tahun 2021, Pasal 56 dinyatakan bahwa Pengusaha dapat melakukan PHK karena pekerja/buruh memasuki usia pensiun dengan kompensasi berupa pesangon sesuai Pasal 40 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai Pasal 40 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai Pasal 40 ayat (4), PP 35 tahun 2021. Berdasarkan kaidah heteronom tersebut maka dapat dipahami pensiun dikonstruksikan sebagai alasan PHK.

Usia pensiun tidak diatur oleh UU Ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja dan PP 35/2021, oleh karena itu pengusaha bersama dengan serikat pekerja melalui kesepakatan dapat mengatur usia pensiun dalam kaidah otonomnya (Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama).

Dalam praktik, usia pensiun di suatu perusahaan dapat diatur secara berbeda sesuai pekerjaan, tugas, fungsi dan jabatannya. Pengertian pensiun menurut KBBI diartikan tidak bekerja lagi karena masa tugasnya telah selesai, dengan pengertian ini maka pensiun yang oleh kaidah heteronom dikonstruksikan sebagai alasan PHK sejalan dengan pengertian KBBI.

Secara empiris kerap dijumpai perusahaan melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja yang telah memasuki usia pensiun, alasan kebutuhan organisasi dan berbagai pertimbangan bisnis lainnya kerap mengemuka. Hubungan kerja yang dilakukan antara perusahaan dengan pekerja yang dilanjutkan hubungan kerjanya setelah pensiun dalam praktiknya dilakukan dengan dasar perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Manakala perusahaan tidak lagi memperpanjang PKWT, berpotensi muncul perselisihan yang disebabkan karena perusahaan oleh pekerja dianggap telah melanggar Pasal 59 ayat 2 UU Cipta Kerja, yang melarang PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat tetap, terus menerus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari proses produksi perusahaan.

Perselisihan ini kerap kali berujung dengan tuntutan pekerja yang menyatakan PKWT melanggar hukum sehingga demi hukum menjadi PKWTT. Akibat perselisihan ini, pengusaha harus membayar kompensasi PHK layaknya pekerja PKWTT.

SEMA 5/2021, memberikan jawaban mengenai kelanjutan hubungan kerja setelah pensiun di perusahaan yang sama dan haknya pada saat di PHK. Catatan pinggir Penulis terkait terkait SEMA 5/2021, adalah sebagai berikut:

  1. SEMA 5/2021 harus diimplementasikan sesuai PKB/PP

SEMA 5/2021 dapat diimplementasikan perusahaan yang PKB/PP-nya telah mengatur tugas, fungsi dan jabatan pekerja yang hubungan kerjanya dapat dilanjutkan setelah pensiun. Misalkan PKB/PP mengatur hubungan kerja setelah pensiun untuk level managerial.

  1. SEMA 5/2021 mengisyaratkan PKWTT

Hubungan kerja setelah pensiun umumnya dilakukan untuk pekerjaan yang yang bersifat tetap, terus menerus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari proses produksi perusahaan. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan melihat masa kerja pekerja yang pensiun, umumnya berkisar antara 20 s.d 32 tahun.

Dengan memahami jenis dan sifat pekerjaan pekerja maka hubungan kerja setelah pensiun hanya dimungkinkan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Praktik yang selama ini dilakukan dengan PKWT sebaiknya ditinjau kembali mengingat PKWT hanya untuk pekerjaan yang jenis dan sifatnya sementara.

  1. SEMA 5/2021 memberikan hak PHK berupa uang penghargaan masa kerja

Hak PHK pekerja yang hubungan kerjanya dilanjutkan setelah pensiun menurut SEMA 5/2021 adalah uang penghargaan masa kerja terhitung sejak hubungan kerja dilanjutkan. Artinya pekerja akan mendapatkan hak tersebut adalah mereka yang di PHK pada tahun ketiga atau lebih, sesuai Pasal 40 ayat (3) PP 35/2021.

Praktik hubungan kerja setelah pensiun saat ini dilakukan dengan PKWT, dalam hal demikian maka pekerja semestinya tetap berhak atas kompensasi PKWT sesuai Pasal 15 PP 35/2021 dan uang penghargaan masa kerja sesuai SEMA RI No. 5/ 20212, apabila telah melanjutkan hubungan kerja setelah pensiun selama tiga tahun atau lebih.

  1. SEMA 5/2021 dilema Perusahaan

Dengan “melegalkan” hubungan kerja setelah pensiun SEMA 5/2021 pada satu sisi memberikan jawaban atas kebutuhan bisnis perusahaan, memberikan kesempatan pekerja untuk terus berkontribusi bagi perusahaan dan pada sisi lainya telah memperlambat regenerasi di perusahaan.

Kekosongan organisasi perusahaan yang semestinya menjadi kesempatan bagi pekerja lainya akan tertunda untuk beberapa waktu karena pekerja yang telah pensiun masih dapat kembali bekerja di posisi yang sama, dengan melanjutkan hubungan kerja setelah pensiun.

Dari catatan pinggir di atas, kiranya perlu dilakukan harmonisasi antara kebutuhan bisnis dan regulasi dalam mengimplementasikan kelanjutan hubungan kerja setelah pensiun yang diatur dalam SEMA 5/2021. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian sebelum mengimplementasikan adalah, sebagai berikut:

  1. Pengaturan dalam PP/PKB

PKB/PP sebaiknya menjadi payung hukum untuk mengimplementasikan kelanjutan hubungan kerja setelah pensiun dengan mengambil alih pemahaman SEMA 5/2021. Adapun hal-hal yang perlu diatur dalam PKB/PP, antara lain:

  • Mengatur kriteria pekerjaan dan pekerja yang dapat dilanjutkan hubungan kerjanya setelah pensiun; (kebutuhan perusahaan, level, kesehatan, KPI, dll)
  • Mengatur perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja bagi pekerja yang dilanjutkan hubungan kerjanya setelah pensiun adalah PKWTT;
  • Mengatur batas waktu maksimal perjanjian untuk pekerja yang dilanjutkan hubungan kerjanya setelah pensiun, adalah 2 tahun (apabila ingin tidak membayar uang penghargaan masa kerja. Dalam diatur 3 tahun atau lebih maka perusahaan wajib membayarkan uang penghargaan masa kerja sesuai Pasal 40 ayat (3), PP 35/2021).
  • Mengatur hak PHK pekerja yang dilanjutkan hubungan kerjanya setelah pensiun berupa uang penghargaan masa kerja apabila memenuhi syarat masa kerja 3 tahun atau lebih.
  1. Bayarkan hak pensiun sebelum melanjutkan hubungan kerja

SEMA 5/2021 mengamanatkan pekerja yang dilanjutkan hubungan kerjanya setelah pensiun untuk dibayarkan hak pensiunnya terlebih dahulu. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa apabila hubungan kerja dilanjutkan tanpa membayar hak pensiun terlebih dahulu sebagai suatu pelanggaran. Beralasan hukum apabila belum membayarkan hak pensiun telah melanjutkan hubungan kerja, sementara berdasarkan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021 pekerja yang pensiun berhak mendapat kompensasi berupa, uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Risikonya adalah masa kerja setelah pensiun digabungkan dengan masa kerja sebelum pensiun atau dilaporkan ke pengawas ketenagakerjaan hingga kepolisian.

Buatlah Perjanjian Bersama pada saat pekerja pensiun dan daftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial sesuai wilayah hukumnya. Hubungan kerja diawali dengan Perjanjian Kerja dan diakhiri dengan Perjanjian Bersama. Akta pendaftaran Perjanjian Bersama yang dikeluarkan oleh PHI bernilai eksekutorial sehingga dapat digunakan untuk mengantisipasi perselisihan di kemudian hari. Dengan dipersyaratkannya bukti pembayaran pada saat pendaftaran Perjanjian Bersama di PHI, hal tersebut membuktikan bahwa perjanjian telah terlaksana sehingga tidak dapat diperselisihkan lagi.

Memenuhi kebutuhan organisasi perusahaan yang disebabkan pekerja pensiun selain dengan melanjutkan hubungan kerja setelah pensiun, dapat juga dilakukan melalui perjanjian jasa konsultan/ penasihat. Dengan perjanjian ini pensiunan diberikan peran sebagai konsultan/penasihat bukan pekerja sehingga posisi yang ditinggalkan oleh pensiunan dapat diisi oleh pekerja lainnya, dengan perkataan lain regenerasi berjalan.

Perjanjian jasa konsultan/penasihat yang dibuat tidak boleh memenuhi unsur seluruh perjanjian kerja, yakni upah, perintah dan pekerjaan. Perlakuan juga harus dibedakan dengan pekerja lainnya. Misalkan terkait waktu kerja konsultan/penasihat dibebaskan dari waktu kerja, kemudian uang jasa sebagai konsultan/penasihat dibayarkan berdasarkan tagihan atas pekerjaan yang telah dilakukan.

Tidak terpenuhinya unsur perjanjian kerja membebaskan perjanjian jasa konsultan antara pengusaha dengan konsultan/penasihat dari segala kewajiban dan hak yang diatur oleh UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja. Sependek ini telaah SEMA RI N0.5/2021 mengenai kelanjutan hubungan kerja setelah pensiun, semoga bermanfaat, silakan berbeda pemahaman dan semoga tulisan ini dapat memicu Penulis lainnya untuk lebih tajam dan mendalam.

*)Dr. Willy Farianto adalah advokat dan pengajar hukum perburuhan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait