Penting Diketahui! Alasan-Alasan Force Majeur dalam Yurisprudensi Perdata
Utama

Penting Diketahui! Alasan-Alasan Force Majeur dalam Yurisprudensi Perdata

Alasan force majeur telah berkembang dan mengalami dinamika dalam beberapa putusan hakim perkara perdata.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: Jokowi: Lock Down Adalah Kebijakan Pemerintah Pusat).

Bagaimana pendapat majelis hakim kasasi (Abdul Kadir Mappong, Soedarno, dan Artidjo Alkostar?) Menurut majelis, alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan karena putusan Pengadilan Tinggi/judex facti sudah tepat, yaitu tidak dalah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Di Pengadilan Tinggi, majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, dan menghukum tergugat untuk mengembalikan uang pembayaran sarusun, dan menghukum tergugat membayar ganti rugi kepada penggugat.

Putusan No. 2914K/Pdt/2001 (kerusuhan sosial 14 Mei 1998)

Diwakili pengacara Mohamad Assegaf, suatu perusahaan pengadaan kertas mengajukan gugatan terhadap bank pelat merah dan perusahaan asuransi. Ia mengklaim seharusnya pihak asuransi membayar asuransi barang-barangnya yang terbakar akibat kerusuhan sosial pada 14 Mei 1998. Perusahaan yang bergerak dalam pengelolaan kertas itu juga punya perjanjian kredit dengan bank. Pada 14 Mei 1998, barang-barang yang menjadi jaminan kredit terbakar akibat kerusuhan. Pihak asuransi menolak membayar klaim asuransi karena kebakaran tak termasuk yang dijamin. Akhirnya, perusahaan pengelolaan kertas menggugat perusahaan asuransi dan bank ke pengadilan. Gugatan penggugat ditolak di tingkat pertama, dan diperkuat di tingkat banding.

Pihak bank ikut mengajukan kasasi karena khawatir alasan force majeur kerusuhan dijadikan alasan untuk tidak membayar kredit. Pihak bank mengingatkan bahwa kebakaran stok barang dagangan akibat kerusuhan hanyalah keadaan memaksa yang bersifat relatif/tidak mutlak. Lagipula kejadian itu tidak termasuk alasan-alasan berakhirnya perjanjian sebagaimana disebut dalam pasal 1381 KUH Perdata.

Memori kasasi bank akhirnya diterima. Majelis kasasi (Bagir Manan, Andar Purba, Kaimuddin Salle) menyatakan perusahaan pengelola kertas telah melakukan wanprestasi. Berkaitan dengan keadaan memaksa, majelis kasasi mempertimbangkan: “Bahwa Termohon Kasasi/Penggugat tidak melunasi hutang (kreditnya) karena keadaan terpaksa (overmacht) tidak dapat dibenarkan. Terbakarnya stock barang dagangan Penggugat tidak terkait  dengan perjanjian kredit dan karenanya tidak menghapus atau mengurangi kewajiban Penggugat seperti diatur dalam perjanjian kredit. Penerima kredit tetap terkait dengan perjanjian kredit walaupun barang jaminan terbakar, karena menurut hukum seluruh kekayaan Penggugat merupakan jaminan utang”.

Putusan No. 285PK/Pdt/2010 (krisis ekonomi dan keadilan).

Tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan sistem Perkebunan Inti Rakyat-Transmigrasi (PIR-Trans) mengajukan gugatan ke bank pelat merah yang mengucurkan kredit, dan Ketua Panitia Urusan Piutang Negara Cabang Jakarta. Namun di tengah jalan ketiga perusahaan gagal membayar kredit karena terjadi krisis ekonomi. Akhirnya timbul sengketa. Ketiga perusahaan menjadikan krisis ekonomi global sebagai salah satu alasan tidak memenuhi kewajiban. Kendalanya mulai dari kendala teknis, gangguan keamanan, dan cash flow perusahaan terganggu akibat kriris global.

Ketiga perusahaan akhirnya berhasil di tingkat peninjauan kembali. Majelis PK (M. Saleh, Achmad Yamanie, dan Mahdi Soroinda Nasution) berpendapat majelis kasasi telah melakukan kekeliruan/kekhilafan yang nyata dengan tidak mempertimbangkan bahwa utang piutang itu terjadi karena kondisi krisis ekonomi global yang ikut melanda Indonesia. Seharusnya, atas nama keadilan, majelis mempertimbangkan itu untuk memberi perlindungan hukum terhadap para penggugat. Majelis PK percaya jika argumentasi tentang krisis ekonomi itu dipertimbangkan, maka keadaannya mungkin bisa berbeda.

Berkembang

Selain yurisprudensi yang disebutkan di atas, masih banyak putusan pengadilan yang menggambarkan dinamika force majeur dalam praktik pengadilan. Beberapa di antaranya dapat dibaca dalam buku ‘Penjelasan Hukum tentang Keadaan Memaksa (Syarat-Syarat Pembatalan Perjanjian yang Disebabkan Keadaan Memaksa/Force Majeur), yang ditulis Rahmat S.S Soemadipradja (2010).

Tags:

Berita Terkait