Pentingnya Kesadaran Masyarakat Hindari Jeratan Pinjol Ilegal
Utama

Pentingnya Kesadaran Masyarakat Hindari Jeratan Pinjol Ilegal

Sebagian besar masyarakat sebetulnya telah mengetahui akibat pinjol ilegal, namun masih terus melakukan peminjaman. Lebih disayangkan lagi pinjaman dilakukan untuk menutupi utang pinjol ilegal sebelumnya.

Oleh:
CR-27
Bacaan 4 Menit
Acara Instagram Live Headline Talks Hukumonline bertema Utang Pinjol Ilegal, Wajib Bayar Atau Tidak?, Rabu (10/11).
Acara Instagram Live Headline Talks Hukumonline bertema Utang Pinjol Ilegal, Wajib Bayar Atau Tidak?, Rabu (10/11).

Pengguna internet di kalangan masyarakat Indonesia terus meningkat. Hingga tahun 2021 ada 202,6 juta pengguna aktif yang tersebar di seluruh Indonesia. Peningkatan pengguna internet ini seperti pisau bermata dua. Oleh karena itu, peningkatan tersebut perlu diimbangi pemahaman beraktivitas di ruang digital yang baik.

Pergerakan kehidupan yang dinamis dan serba cepat membuat masyarakat tidak lepas dari kebutuhan menggunakan internet. Namun, kemudahan akses internet tidak selamanya berdampak baik. Bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, akses internet digunakan untuk mengambil keuntungan dengan cara merugikan orang lain. Contoh kasus yang sedang marak terjadi belakangan ini adalah pinjam online (pinjol) ilegal.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin gencar dalam memberantas keberadaan pinjol ilegal yang kian meresahkan masyarakat. Kehadiran pinjol ilegal ini secara tidak langsung hasil dari banyaknya pengguna internet di kalangan masyarakat pada saat ini.

“Kemajuan teknologi digital saat ini, ditambah mudahnya akses dalam membuat situs dan aplikasi, sangat mudah diterima dan ditawarkan kepada masyarakat yang rata-rata memiliki smartphone,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam Lumban Tobing, dalam acara Instagram Live Headline Talks Hukumonline bertema “Utang Pinjol Ilegal, Wajib Bayar Atau Tidak?”, Rabu (10/11).

Tongam mengatakan ada dua sebab mengapa praktik pinjol ilegal kian marak. Pertama, disebabkan oleh si pelaku pinjol ilegal. Kedua, korban yang melakukan pinjaman online. Pinjaman online ilegal juga memiliki server luar negeri sebanyak 34% yang sudah diblokir oleh OJK. Sehingga, kata Tongam, meski sudah dilakukan pemblokiran pinjol-pinjol ilegal ini akan cepat berganti nama dan semakin berkembang. (Baca: Strategi OJK, Kominfo dan Polri Berantas Pinjol Ilegal)

Tongam menjelaskan masyarakat masih memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah. Banyak masyarakat yang melakukan pinjaman online ilegal tanpa mencari tahu apakah pinjaman online ini memiliki legalitas atau tidak. Hal ini yang membuat masyarakat terjebak pinjol ilegal.

Tongam menambahkan sebagian besar masyarakat sebetulnya telah mengetahui apa itu pinjol ilegal, namun masih terus melakukan peminjaman. Lebih disayangkan lagi masyarakat melakukan pinjaman untuk menutupi utang pinjol ilegal sebelumnya, seakan-akan menggali lubang tutup lubang.

Selain itu, banyak masyarakat yang nekat melakukan pinjaman online hanya untuk memenuhi kebutuhan yang sebetulnya bisa ditunda. Masyarakat juga perlu menyadari bahwa ketika seseorang melakukan proses peminjaman uang maka orang itu berkewajiban untuk mengembalikannya. Namun, ketika penyedia jasa pinjol ilegal melakukan tindak pidana berupa merugikan nasabah maka pelaku pinjol bertanggungjawab dan harus ditindak secara pidana.

“Hal-hal inilah yang menjadi fokus utama OJK dalam pemberantasan pinjaman online ilegal, yaitu dengan cara mengedukasi masyarakat,” kata Tongam.

Ciri-ciri Pinjol Ilegal

Bagi masyarakat yang tetap ingin melakukan pinjaman secara online maka ketahuilah ciri-ciri dari para penyedia jasa pinjaman online ilegal, salah satunya adalah tidak terdaftar di OJK. Masyarakat bisa melakukan pengecekan legalitas pinjaman online di situs resmi OJK. Selain itu, masyarakat harus waspada ketika proses peminjaman berlangsung cepat dan singkat. 

“Pinjol ilegal memiliki sejumlah verifikasi data yang memakan waktu lama, sehingga tidak akan merugikan masyarakat sebagai penerima jasa pinjaman online dimasa mendatang,” ujar Tongam.

Malapetaka lain saat terperangkap dalam pinjaman online ilegal, lanjut Tongam, ketika penyedia jasa pinjaman online dengan mudah mengakses data pribadi nasabah hingga melakukan ancaman, tidak hanya kepada nasabah yang bersangkutan melainkan juga melakukan ancaman kepada sejumlah kontak di data pribadi nasabah.

“OJK bersama Polri meminta masyarakat yang memiliki utang untuk melapor ke kantor polisi apabila menerima ancaman penagihan. Polri akan memberikan perlindungan bagi korban pinjaman online ilegal,” tegas Tongam.

Tongam menjelaskan hubungan perdata antara pemberi jasa pinjaman dengan nasabah juga melanggar ketentuan pidana. Sehingga baik secara perdata maupun pidana semua perjanjian utang pinjaman online ilegal dianggap tidak sah di mata hukum. Proses intimidasi dan ancaman ini tentunya diproses hukum dan akan dikenakan ancaman hukuman atas tindakan pemerasan, perbuatan tidak menyenangkan, UU ITE, dan perlindungan konsumen. 

“Namun, perlu diketahui OJK ingin nasabah yang melakukan transaksi dengan pinjaman online ilegal mengetahui risiko ini,” kata Tongam.

Penegakan hukum

Tongam menerangkan pada saat pinjol ilegal menawarkan jasa, maka itu bukanlah tindak pidana karena di dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa yang merupakan sebuah tindak pidana adalah ketika sebuah bank gelap melakukan penginputan dana meski tidak ada korban. Sedangkan untuk pinjaman online, belum ada undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai fintech bahwa pinjaman online yang tidak terdaftar di OJK merupakan tindak pidana. 

Dikatakan Tongam, penegakan hukum terjadi apabila ada masyarakat yang dirugikan dari pinjaman online. Kerugian tersebut berupa penipuan, pemerasan hingga ancaman intimidasi. Yang pasti, adanya kerugian di tengah masyarakat ini tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat dalam melaporkan kepada penegak hukum. 

“Banyaknya masyarakat yang hanya berdiam diri dan lebih memilih curhat di media sosial terkait ancaman dari pinjaman online juga merupakan salah satu tindakan yang kurang tepat,” kata Tongam. 

Dia menjelaskan hal yang paling utama dalam pemberantasan pinjol ilegal adalah edukasi secara berkelanjutan ke masyarakat dan penguatan hukum. Dalam proses edukasi, masyarakat perlu tahu bahwa hanya boleh melakukan pinjaman online legal yang terdaftar di OJK.

Proses penguatan hukum menjadi jalan lain dalam pemberantasan pinjaman online ini dan terbukti mengurangi peredaran situs-situs pinjaman online ilegal. Penegakan hukum yang terus diperkuat disinyalir akan menghentikan peredaran pinjaman online ini.

Pemerintah melalui satgas Waspada investasi OJK mengungkapkan bahwa pemberantasan pinjaman online ilegal ini akan berhasil jika masyarakat berperan serta untuk tidak mengakses lagi situs pinjaman online ilegal. Masyarakat bisa melakukan pinjaman online di situs yang diawasi oleh OJK dan bisa diakses melalui laman resmi OJK.

Tongam juga memberikan tips agar masyarakat tidak mudah terjebak Pinjol ilegal, yakni harus menyadari kemampuan finansial dan meminjam sesuai kebutuhan serta menghindari melakukan pinjaman untuk gali lubang tutup lubang karena akan mengakibatkan terjadinya gagal bayar. 

“Masyarakat juga harus bijak melakukan pinjaman hanya difungsikan untuk hal-hal yang berguna dan produktif sehingga mendorong perekonomian keluarga,” tuturnya.

Selain itu, sebelum meminjam sebaiknya calon nasabah perlu mengetahui mengenai syarat, ketentuan, manfaat, risiko dan kewajiban dalam proses pinjaman online. 

Tags:

Berita Terkait