Pentingnya Kolaborasi Publik dan Swasta Perangi Korupsi di Indonesia
Terbaru

Pentingnya Kolaborasi Publik dan Swasta Perangi Korupsi di Indonesia

Sebagai salah satu aksi nyata untuk mendorong upaya pemberantasan korupsi, IGCN dan B20 Integrity & Compliance Task Force terus mempromosikan Aksi Kolektif Anti Korupsi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Pentingnya Kolaborasi Publik dan Swasta Perangi Korupsi di Indonesia
Hukumonline

Kejahatan korupsi masih jadi permasalahan primitif yang menghambat pembangunan di Indonesia. Komitmen bersama antara pemerintah dan swasta memitigasi korupsi sangat dibutuhkan. Persoalan tersebut menjadi pembahasan dalam pertemuan side event B20 dengan judul: “Dialog Kebijakan Publik-Swasta Tingkat Tinggi Dalam Mempromosikan Transparansi dan Akuntabilitas” pada (27/9).

Indonesia Global Compact Network (IGCN) sebagai local network UN Global Compact di Indonesia dan juga anggota dari B20 Integrity & Compliance Task Force, mengajak publik dan pihak swasta khususnya korporasi atau bisnis untuk bersama-sama berkolaborasi dalam aksi kolektif untuk berkomitmen memberantas korupsi. Kegiatan ini didukung oleh mitra strategis IGCN yaitu Koalisi Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Transparency International Indonesia (TII), Universitas Paramadina, dan International Chamber of Commerce (ICC) Indonesia.

Berdasarkan penilaian Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2021, yang dicetuskan oleh Transparency International, Indonesia memiliki skor 38 dari 100 poin dan berada di peringkat ke-96 dari 180 negara yang dinilai. Data ini bukanlah hal yang membanggakan karena semakin kecil IPK, maka semakin minim kepercayaan publik terhadap negara tersebut.

Baca Juga:

Sementara itu, dari sebaran kasus korupsi berdasarkan lembaga, menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2004 hingga 2022 banyak didominasi oleh lembaga pemerintah pusat yakni sebanyak 409 kasus. Jika dilihat berdasarkan profesi atau jabatan, pelaku korupsi, berasal dari sektor swasta dengan menduduki peringkat tertinggi, dengan jumlah total 310 kasus sejak tahun 2004 hingga Januari 2022.

Lebih lanjut lagi, studi dari Bank Dunia mengungkapkan terdapat kerugian sebesar USD 1,26 triliun per tahun di negara-negara berkembang akibat korupsi, penyuapan, pencurian, maupun penggelapan pajak.3 Hal ini sangat merugikan negara maupun organisasi karena akan tersangkut dalam isu hukum, turunnya kredibilitas, kerugian finansial, dan moral.

Dalam pidato pembukaannya, Olajobi Makinwa, Chief, Intergovernmental Relations, UN Global Compact menyatakan, transparansi dan akuntabilitas adalah dua sisi mata uang yang sama pentingnya. Transparansi diperlukan agar kita dapat meminta pertanggungjawaban lembaga, manajer, atau pemimpin dalam menjalankan tugas yang diamanatkan. Namun, transparansi tanpa akuntabilitas tidak ada artinya.

Tags:

Berita Terkait