Polemik Penundaan Pemilu dari Aspek Hukum Tata Negara
Utama

Polemik Penundaan Pemilu dari Aspek Hukum Tata Negara

Penundaan Pemilu dinilai menabrak konstitusi, perampasan hak rakyat, serta menambah masalah yang menguras energi bangsa.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Tetapi masalahnya tidak berhenti di situ, siapa yang memperpanjang masa jabatan anggota MPR (DPR-DPD) dan DPRD? Padahal semuanya harus berakhir pada 2024, karena mereka mendapat mandat terpilih melalui pemilu,” ujarnya.

Menurutnya persoalan menjadi rumit secara konstitusionalitas ketika dilakukan penundaan Pemilu. Dia berpendapat penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden hanya mencari-cari masalah yang menguras energi bangsa. Dia menyarankan agar semua pihak maupun elit partai konsisten menjalankan pemilu sesuai konstitusi agar negara tetap dalam kondisi aman.

“Lagi pula, skenario penundaan pemula merampas hak rakyat menentukan pemimpinnya setiap 5 tahun sekali,” ujarnya.

Sisi lain, Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra berpendapat, penundaan pemilu 2024 dapat terlaksana asalkan mendapat keabsahan dan legitimasi dengan menempuh tiga cara. Pertama, amandemen UUD 1945. Kedua, presiden mengeluarkan dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner. Ketiga, menciptakan konvensi ketatanegaraan (constitutional convention) yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.

“Ketiga cara ini sebenarnya berkaitan dengan perubahan konstitusi, yang dilakukan secara normal menurut prosedur yang diatur dalam konstitusi itu sendiri, atau cara-cara tidak normal melalui sebuah revolusi hukum, dan terakhir adalah perubahan diam-diam terhadap konstitusi melalui praktik, tanpa mengubah sama sekali teks konstitusi yang berlaku,” ujarnya.

Baca Juga:

Wakil Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia era Presiden Abdurrahman Wahid -Gusdur, red) ini menilai, landasan paling kuat dalam memberikan legitimasi terhadap penundaan pemilu, konsekuensinya berupa perpanjangan masa jabatan presiden dan wapres, MPR, DPR, DPD dan DPRD. Caranya itu tadi, dengan mengamandemen UUD 1945. Sedianya prosedur amandemen konstitusi diatur dalam Pasal 37 UUD 1945, Pasal 24 dan 32 UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU No.13 Tahun 2019, serta Tata Tertib MPR.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait