Polemik Penundaan Pemilu dari Aspek Hukum Tata Negara
Utama

Polemik Penundaan Pemilu dari Aspek Hukum Tata Negara

Penundaan Pemilu dinilai menabrak konstitusi, perampasan hak rakyat, serta menambah masalah yang menguras energi bangsa.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Baginya, hal perlu diubah bukanlah mengubah pasal-pasal dalam UUD 1945 yang ada secara harfiah. Tapi, menambah pasal baru dalam UUD 1945 terkait dengan pemilihan umum. Menurutnya, Pasal 22E dapat ditambah ayat baru, yakni Pasal 22E ayat (7) yang memuat norma, “Dalam hal pelaksanaan pemilihan umum sekali dalam lima tahun sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22E ayat (1) tidak dapat dilaksanakan karena terjadinya perang, pemberontakan, gangguan keamanan yang berdampak luas, bencana alam dan wabah penyakit yang sulit diatasi, maka MPR berwenang untuk menunda pelaksanaan Pemilu sampai batas waktu tertentu”.

Kemudian ayat (8), “Semua jabatan-jabatan kenegaraan yang pengisiannya dilakukan melalui pemilihan umum sebagaimana diatur dalam undang-undang dasar ini, untuk sementara waktu tetap menduduki jabatannya sebagai pejabat sementara sampai dengan dilaksanakannya pemilihan umum”.

Menurutnya, dengan penambahan dua ayat dalam Pasal 22E UUD 1945, maka tak ada istilah perpanjangan masa jabatan presiden,MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dengan begitu, para anggota MPR, DPR, DPD tersebut berubah status menjadi anggota sementara, sebelum diganti dengan anggota-anggota hasil pemilu.

Sementara itu, mantan Ketua MK periode 2003-2008, Prof Jimly Asshiddiqie mengomentari pandangan Yusril. Menurutnya, tiga cara penundaan pemilu dengan menambah ayat pada Pasal 22E UUD 1945, mengeluarkan dekrit dan menciptakan konvensi ketatanegaraan hanyalah dari sudut pandangan perorangan berlatar belakang sarjana hukum dengan metode deskriptif, lawyer dan administratur yang berupaya menjustifikasi kekuasaan.

“Tapi di pengadilan, legal-ilegal sangat jelas. Maka dekrit presiden Gusdur bubarkan DPR dengan logika sama dinyatakan melanggar hukum dan MPR berhentikan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar menerima pelaku UMKM, para pengusaha dan para analis ekonomi dari berbagai perbankan di ruang Delegasi DPR. Pasca mendengar masukan, Ketua Umum PKB itu mengusulkan penundaan Pemilu 2024 dua sampai tiga tahun secara terbuka. Dia beralasan penundaan agar momentum perbaikan ekonomi tidak hilang untuk mengganti stagnasi selama dua tahun masa pandemi.

Gayung bersambut. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto masih terkesan malu-malu. Lain halnya dengan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng menilai wacana perpanjangan masa jabatan presiden, bukan hal tabu untuk dibahas.

Menurut dia, selagi prosesnya dilakukan secara konstitusional, menjadi sah. Menyusul sikap politik dari partai besar seperti PKB dan Golkar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan sepakat apabila Pemilu 2024 diundur. Dia menjelaskan lima alasan agar pemilu dapat diundur, salah satunya pandemi Covid-19 yang belum berakhir.

Tags:

Berita Terkait