Penurunan Persepsi Korupsi 2022, Terburuk Sepanjang Era Reformasi
Terbaru

Penurunan Persepsi Korupsi 2022, Terburuk Sepanjang Era Reformasi

CPI Indonesia tahun 2022 berada di skor 34/100 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun 4 poin dari tahun 2021 lalu yang berada pada skor 38/100, yang menandakan penurunan paling drastis sejak 1995.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Sekjen TII Danang Widoyoko. Foto: RES
Sekjen TII Danang Widoyoko. Foto: RES

Transparency International (TI) mempublikasi hasil riset Corruption Perception Index (CPI) atau indeks persepsi korupsi di periode pengukuran 2022, secara serentak di seluruh dunia. Tema yang diambil terkait  Korupsi, Konflik dan Keamanan pada Selasa (31/1). CPI merupakan sebuah indikator komposit dalam mengukur persepsi korupsi sektor publik pada skala nol. Sayangnya, skor CPI Indonesia di periode 2022 mengalami penurunan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) TI Indonesia Danang Widoyoko berpendapat,  turun drastisnya skor CPI Indonesia tahun 2022  menunjukan strategi dan program pemberantasan korupsi tidak berjalan efektif. Dia menunjuk Revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK -menjadi UU No.19 Tahun 2019, red- merupakan strategi pemerintah mengurangi penegakan hukum. Bahkan menggeser upaya penindakan menjadi pencegahan korupsi.

Setidaknya, berbagai program pemberantasan korupsi dalam pelayanan publik dan pelayanan bisnis dilakukan secara masif. Seperti digitalisasi pelayanan publik, bahkan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diklaim sebagai strategi besar dalam memberantas korupsi melalui pencegahan. Tapi, merosotnya skor CPI menunjukkan strategi tersebut tidaklah berjalan optimal.

Begitu pula pemberantasan korupsi di sektor strategis lainnya. Seperti korupsi politik dan korupsi peradilan pun tidak menunjukkan stagnasi. Kecilnya kenaikan skor WJP-ROL Index dan VDem memberikan bukti, dua sektor itu tidak ada terobosan kebijakan dalam pemberantasan korupsi. Padahal, dua sektor itu menjadi sektor penting yang menghambat kenaikan indeks persepsi korupsi Indonesia.

“Stagnasi pencegahan korupsi politik dan korupsi peradilan pada akhirnya berkontribusi pada turunnya skor dan peringkat Indonesia,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (31/1/2023).

Memang, situasi Indonesia pada CPI 2022  kian tenggelam di posisi 1/3 negara terkorup di dunia.  Bahkan jauh di bawah rata-rata skor CPI di negara Asia-Pasifik yaitu 45. Negara terbesar di Asia Tenggara ini berbagi posisi dengan Bosnia and Herzegovina, Gambia, Malawi, Nepal dan Sierra Leone dengan skor 34.

Sementara posisi Indonesia di Kawasan Asia Tenggara menduduki peringkat 7 dari 11 negara, jauh di bawah sejumlah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Timor Leste, Vietnam dan Thailand. Kendatipun Indonesia menjadi tuan rumah dalam ajang G20 sebagai ajang diplomatik paling bergengsi sepanjang 2022, namun Presidensi Indonesia gagal menghasilkan komitmen dan rencana berbasis bukti dalam memperkuat agenda antikorupsi global yang lebih nyata.

Deputi Sekjen TI Indonesia Wawan Suyatmiko menuturkan,  tema yang diangkat menjadi pengingat bagi pemerintah di seluruh dunia tentang praktik korupsi  yang dapat merusak  berbagai lini. Mulai stabilitas politik, sosial, dan ekonomi yang berujung mengancam perdamaian, keselamatan dan keamanan secara luas.

Korupsi pun mampu menciptakan lahan subur bagi kejahatan terorganisir, terorisme, bahkan perang. Sebab, impunitas kerap terjadi melalui keterlibatan pejabat publik dan penegak hukum yang korup. Sementara Indonesia,  menjadi negara yang kerap dipantau situasi korupsinya secara berkala sejak kali pertama diluncurkan pada 1995 silam. Ironisnya, CPI periode 2022 menunjukan Indonesia terus mengalami tantangan serius dalam melawan korupsi.

“CPI Indonesia tahun 2022 berada di skor 34/100 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun 4 poin dari tahun 2021 lalu yang berada pada skor 38/100. Skor ini turun 4 poin dari tahun 2021, atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995,” ujarnya.

Menurutnya, melalui hasil tersebut, setidaknya Indonesia mampu beranjak 2 poin dari skor sebelumnya diangka 32 sepanjang satu dekade terakhir sejak 2012. Dia menilai, situasi tersebut menunjukan respon terhadap praktik korupsi  yang cenderung masih berjalan lambat.  Bahkan, terus memburuk akibat minimnya dukungan yang nyata dari para pemangku kepentingan.

Mengkonsolidasikan kekuasaan di eksekutif

Chair  Transparency International,  Delia Ferreira Rubio berpendapat,  korupsi telah membuat dnia menjadi tempat berbahaya. Sebab pemerintah secara kolektif gagal membuat kemajuan melawannya. Menurutnya, CPI yang diterbitkan TI periode 2022 menunjukan sebagian besar negara  di dunia hanya membuat sedikit kemajuan yang berarti dalam mengatasi korupsi sepanjang satu dekade.

“Dimana lebih dari dua pertiga negara mendapat skor di bawah 50 dari 100,” imbuhnya.

Setidaknya data menunjukan Sudan Selatan (13), Suriah (13) dan Somalia (12), yang kesemuanya terlibat konflik berkepanjangan, tapi berada di posisi bawah CPI. Selain itu, 26 negara, diantaranya Qatar (58), Guatemala (24) dan Inggris (73), berada di posisi terendah dalam sejarah tahun 2022.

Sementara itu, rerata Asia Pasifik masih stagnan dengan skor 45 sepanjang 4 tahun berturut-turut, dimana lebih dari 70 persen negara berada di peringkat di bawah 50. Terlepas dari peluang yang menghadirkan berbagai pertemuan puncak diplomatik yang digelar pada 2022, negara-negara di seluruh Asia terus berfokus pada pembangunan ekonomi semata dengan mengorbankan prioritas lain, termasuk upaya antikorupsi.

Selandia Baru (87), Singapura (83), Hong Kong (76) dan Australia (75) terus memimpin di Asia Pasifik.Tapi, Selandia Baru telah kehilangan posisinya sebagai yang terbaik di dunia. Sedangkan Afghanistan (24), Kamboja (24), Myanmar (23) dan Korea Utara (17) mendapat nilai terendah. Demokrasi pun menurun di negara dengan populasi besar,  termasuk India (40), Indonesia (34), Filipina (33) dan Bangladesh (25).

Penyebabnya,  pemerintahan  cenderung mengkonsolidasikan kekuasaannya di tangan eksekutif. Bahkan, menerapkan UU yang membatasi kebebasan berbicara, serta memenjarakan mereka yang mengungkapkan perbedaan pendapat. Karenanya, pemerintahan di berbagai negara mesti memprioritaskan komitmennya  terhadap gerakan anti korupsi, memperkuat check and balances. Serta menegakkan hak atas informasi dan membatasi pengaruh swasta yang ujungnya membersihkan dunia dari korupsi maupun ketidakstabilan yang ditimbulkannya.

Danang menambahkan, politik dan pemilu berintegritas serta semua komponen bangsa mesti menjamin prinsip integritas dan antikorupsi. Seperti Presiden dan pemerintah, DPR dan partai politik, lembaga penyelenggara dan pengawasan pemilu, serta lembaga penegakan hukum. Baginya, kebijakan ekonomi antikorupsi pemerintah bersama pihak swasta harus konsisten dalam membangun sistem antikorupsi.

“Demokrasi dan ruang sipil pemerintah harus menjamin kebebasan sipil dan ruang aspirasi publik dalam pembentukan regulasi hingga implementasi pembangunan,” pungkas Danang.

Tags:

Berita Terkait