Penyakit Akibat Kerja Sulit Dideteksi? Manfaatkan Program JKK-JKm
Berita

Penyakit Akibat Kerja Sulit Dideteksi? Manfaatkan Program JKK-JKm

Buruh peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami penyakit akibat kerja bisa menerima manfaat program JKK-JKM.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Contoh pelaksanaan K3. Foto: HOL/SGP
Contoh pelaksanaan K3. Foto: HOL/SGP
Salah satu isu yang sering diangkat dalam kampanye Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) selama ini adalah mengenai pencegahan kecelakaan kerja. Padahal, ada isu lain yang tak kalah penting menyangkut K3 bagi buruh yakni penyakit akibat kerja (PAK).

Kasie Pengawasan Norma Pengendalian PAK Kementerian Ketenagakerjaan, Sudi Astono, mengatakan  kasus kecelakaan kerja bisa dilihat secara kasat mata, tapi untuk mendeteksi PAK butuh penanganan yang serius. Bahkan tidak ada jaminan dokter ahli sekalipun bisa langsung mengenali apakah suatu penyakit merupakan PAK atau bukan.

Pemerintah telah menerbitkan belasan regulasi yang bersinggungan dengan K3 seperti UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Menurut Sudi, yang penting saat ini dilakukan semua pemangku kepentingan adalah mengawal agar implementasi peraturan perundang-undangan itu sesuai harapan.

Menurut Sudi, Pemerintah sangat berkepentingan melindungi buruh, apalagi setengah dari penduduk Indonesia berstatus buruh. Jika budaya K3 tidak berjalan baik di lokasi kerja sehingga mengakibatkan kecelakaan kerja dan/atau PAK, yang dirugikan bukan hanya buruh yang bersangkutan tapi juga pemerintah karena buruh tulang punggung pembangunan. “K3 itu penting dijalankan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja serta PAK,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Rabu (26/7).

(Baca juga: Jumlah Pengawas K3 Bertambah).

Walau banyak kasus kecelakaan kerja dan PAK yang terjadi di lapangan, namun pemahaman para pihak mengenai mekanisme penanganannya masih minim. Pemerintah telah mewajibkan pemberi kerja untuk mendaftarkan seluruh pekerjanya dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Program BPJS Ketenagakerjaan yang menjamin kasus kecelakaan kerja dan PAK yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) – Jaminan Kematian (JKm).

Sudi melihat banyak buruh yang mengalami kecelakaan kerja atau PAK menggunakan mekanisme jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Akibatnya, penanganan terhadap buruh yang mengalami peristiwa itu sama seperti peserta JKN pada umumnya. Padahal, ada manfaat lebih dari sekedar pelayanan kesehatan jika buruh yang bersangkutan memprosesnya melalui mekanisme JKK-JKm. Misalnya, perawatan yang diberikan kepada buruh sampai tuntas, ada kompensasi yang bisa diterima, dan ada program kembali bekerja (return to work).

“Buruh yang mengalami kecelakaan kerja atau PAK tapi tidak menggunakan skema JKK-JKm akan rugi karena manfaat yang diperoleh tidak maksimal,” urai Sudi.

(Baca juga: Serikat Pekerja Internasional Ingatkan Pemerintah Soal K3).

Selain manfaat yang diterima buruh tidak maksimal, Sudi berpendapat beban klaim BPJS Kesehatan akan bertambah karena buruh yang mengalami kecelakaan kerja atau PAK itu tidak menggunakan skema JKK-JKm tapi JKN. Padahal jika menggunakan skema JKK-JKm, semua pelayanan yang diberikan fasilitas kesehatan itu akan ditagih ke BPJS Ketenagakerjaan, bukan BPJS Kesehatan.

Sudi mencatat kanker adalah penyakit katastropik yang paling banyak menyedot klaim yang dibayar BPJS Kesehatan. Penyebabnya, bisa jadi dari sebagian kasus kanker itu merupakan PAK yang mestinya ditanggung BPJS Ketenagakerjaan.

Kasubdit Ekonomi Lingkungan Kerja dan Bahan Berbahaya Kementerian Ketenagakerjaan, Agustin Ernawati, mengatakan ada sanksi pidana dan administratif bagi pengusaha yang tidak menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Sanksi itu tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU Ketenagakerjaan. “Sanksi pidana berupa 3 bulan kurungan dan administratif mulai dari teguran sampai pencabutan izin,” paparnya.
Tags:

Berita Terkait