Penyebaran Covid-19 Ditetapkan Sebagai Bencana Nasional
Berita

Penyebaran Covid-19 Ditetapkan Sebagai Bencana Nasional

Mulai berlaku sejak 13 April 2020. Apa konsekuensinya?

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Seorang anggota kepolisian berjaga di kawasan Bundaran Hotel Indonesia Jakarta Pusat setelah DKI Jakarta ditetapkan sebagai daerah PSBB. Foto: RES
Seorang anggota kepolisian berjaga di kawasan Bundaran Hotel Indonesia Jakarta Pusat setelah DKI Jakarta ditetapkan sebagai daerah PSBB. Foto: RES

Lebih dari satu bulan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Coronavirus Disease 2019 sebagai pandemi global, Presiden Joko Widodo akhirnya menetapkan penyebaran wabah mematikan itu sebagai bencana nasional. Status darurat ini mulai berlaku per 13 April 2020.

Penetapan penyebaran virus ini sebagai bencana tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Bencana Non-Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf c UU Penanggulangan Bencana, yang berwenang menetapkan status bencana nasional dan daerah adalah pemerintah. Normatifnya, penetapan status dan tingkat bencana memuat indikator yang meliputi jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Dalam konsiderans Keppres No. 12 Tahun 2020 jelas bahwa penetapan status darurat nasional didasarkan pada meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, dan timbulnya implikasi sosial ekonomi yang sangat luas. Data per 13 April 2020 menunjukkan 4.557 kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Pasien tak hanya terpusat di Jakarta –meskipun angka terbesar masih di Ibukota—tetapi menyebar ke daerah. Implikasi ekonominya juga tampak jelas, setidaknya pada potensi PHK besar-besaran.

(Baca juga: Jimly Kritik Aturan Penetapan Status Darurat Bencana).

Presiden menetapkan bencana nasional dengan merujuk pada UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan Keppres No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), sebagaimana diubah dengan Keppres No. 9 Tahun 2020.

Selain diktum menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional, ada tiga diktum lain yang tertuang dalam Keppres No. 12 Tahun 2020. Pertama, penanggulangan bencana nasional akibat penyebaran Covid-19 dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melalui sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Kedua, sebagai ketua gugus tugas di daerah masing-masing yang dapat menerbitkan kebijakan, maka Gubernur, Bupati/Walikota harus memperhatikan kebijakan Pemerintah Pusat. Ketiga, diktum mengenai mulai berlakunya penetapan, yakni sejak ditetapkan pada Senin 13 April 2020.

Penetapan status bencana nasional membawa konsekuensi pada tanggung jawab Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah. Pusat bertanggung jawab antara lain mengurangi risiko bencana, melindungi masyarakat dari dampak bencana, menjamin pemenuhan hak masyarakat yang terdampak bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum, alokasi anggaran penanggulangan bencana dari APBN, alokasi anggaran penanggulangan dalam bentuk siap pakai, dan pemeliharaan arsip/dokumen otentik. Daerah juga bertanggung jawab mengalokasikan APBD untuk penanggulangan bencana.

Tags:

Berita Terkait