Penyebaran Lagu Lewat Internet Rugikan Pemegang Hak Cipta
Berita

Penyebaran Lagu Lewat Internet Rugikan Pemegang Hak Cipta

PAPPRI minta tata niaga musik di Indonesia dibenahi. Instrumen hukum HKI kita masih terbilang primitif.

Oleh:
Mon/NNC
Bacaan 2 Menit

 

Makarim mengatakan, masalah serius bisa muncul ketika dari kegiatan mengubah  bentuk dan menyebarluaskan itu mengakibatkan hilangnya hak ekonomis pemegang hak cipta. Setiap upload file audio mestinya memperhatikan kompensasi bagi pemegang hak cipta. Jika tidak, tegas Makarim, nasib perusahaan musik nasional bisa terancam.

 

Baru-baru ini, Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI) memiliki catatan yang mencengangkan. Dari data mereka, karya cipta berupa musik yang dibajak sepanjang tahun 2007 mencapai 500 juta keping baik untuk CD dan MP3 maupun kaset. Angka itu meningkat dibanding tahun 2006 yang jumlahnya 400 juta keping. Akibat pembajakan itu, kerugian artis dan produser ditaksir mencapai Rp2,5 triliun. Sungguh angka yang luar biasa, apalagi hanya terjadi dalam kurun waktu dua tahun.

 

Kini, PAPPRI tengah melakukan kajian akademis materi perubahan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Berhubung proses revisi Undang-undang bisa makan waktu lama, PAPPRI mendesak pemerintah membuat PP (Peraturan Pemerintah) tentang restrukturisasi tata niaga industri musik Indonesia.

 

Menurut Ketua PAPPRI Dharma Oratmangun, tata niaga industri permusikan di Indonesia tergolong masih primitif. Pandangan  ini, ujarnya, sering mengemuka dalam  forum-forum internasional. Khususnya perlindungan hukum terhadap pemegang hak cipta.

 

Ia memaparkan, dalam forum resmi internasional, acap diputar gambar yang mengilustrasikan bagaimana kacau balaunya penegakan hukum terhadap kejahatan pembajakan. Sebagai contoh, semrawutnya Pasar Glodok di Jakarta yang dikenal sebagai surga para pembajak. Betapa tidak, petugas dinas yang seharusnya menindak para penjual barang bajakan, justru bersimbiosis dengan para pembajak dan penjualnya. Lokasi penjualan barang bajakan hanya beberapa meter dari pos polisi. Itu baru bajakan dari media penghantar suara fisik. Lain lagi untuk file digital. Pemerintah mesti sadar ini persoalan besar, tandas Dharma. Setidaknya, harus ada kontrol lebih ketat.

 

Syarat kontrol, lanjut Dharma, bisa dilakukan dengan membuat password pada publisher sehingga orang yang hendak memutar sebuah lagu di radio, televisi atau mengunduhnya di internet, harus memiliki password tersebut. Ini merupakan bagian dari Digital Right Management, dengan demikian, ada kontrol royalti dari (karya, -red) itu, terangnya.

 

Namun, lanjut Dharma, sistem ini sendiri tidak mudah diterapkan di Indonesia karena tidak mendapat dukungan dari sebagian produser musik. Dengan diberlakukannya sistem ini, akan ada transparansi dalam penjualan kaset dan CD dari seorang penyanyi sehingga bakal terlacak volume penjualannya. Ada produser yang nakal, tidak mau transparan soal berapa (besar) penjualan itu. Coba tanya Vina (Panduwinata), Dewa, GIGI tahu nggak berapa (kaset dan CD mereka) yang beredar. Mereka nggak tahu, ujarnya.

Tags: