Penyelesaian Konflik Papua dalam Perspektif Hukum Humaniter
Kolom

Penyelesaian Konflik Papua dalam Perspektif Hukum Humaniter

Pendekatan militer bukanlah pilihan.

Bacaan 7 Menit

Praktik internasional memperlihatkan bahwa keputusan untuk menggunakan pasukan militer dan senjata-senjata berat untuk membasmi kelompok bersenjata merupakan salah satu bukti intensitas permusuhan yang tinggi. Tindakan ini sekaligus memperlihatkan pengakuan negara bahwa kelompok bersenjata tersebut merupakan kelompok yang kuat dan solid sehingga perlu penanganan serius yang memerlukan keterlibatan militer. Di antara kerusuhan bersenjata yang pernah terjadi di Indonesia, konflik bersenjata di Aceh merupakan situasi yang paling mendekati terpenuhinya batasan minimum dari konflik bersenjata non-internasional. Hal ini tidak terlepas dari cara Pemerintah Indonesia merespon pemberontak bersenjata di Aceh tersebut. Pemberlakukan daerah operasi militer (DOM) dalam periode yang cukup lama serta penyebutan istilah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai pemberontak bersenjata di Aceh menjadikan batasan minimum konflik bersenjata non-internasional terpenuhi.

Belajar dari kasus Aceh tersebut, Pemerintah Indonesia harus lebih berhati-hati dalam pemilihan cara dan metode penegakan hukum yang akan dilakukan untuk kasus KKB di Papua. Tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan KKB jelas merupakan provokasi untuk memancing Pemerintah Indonesia menggunakan upaya kekerasan yang intensitasnya lebih tinggi. Perubahan penyebutan istilah dari OPM menjadi KKB adalah salah satu langkah cerdas Pemerintah Indonesia untuk menghindari dibentuknya opini bahwa KKB merupakan sebuah kelompok pemberontak yang kuat dan terorganisir. Meskipun pernah berusaha mendeklarasikan kelompoknya sebagai sebuah Organisasi Papua Merdeka, pada kenyataannya sifat kekerasan bersenjata di Papua masih sporadis, tidak berada di bawah satu komando yang bertanggungjawab serta jauh dari sifat terorganisir.

Dengan demikian, Pemerintah Indonesia diharapkan tidak melakukan yang justru bisa membuat KKB tersebut lebih solid dan kuat juga tidak memberikan pernyataan apapun termasuk mengakui keberadaannya sebuah gerakan separatis. Upaya menghindari tindakan kekerasan yang berlebihan dan menurunkan pasukan militer untuk memberantas KKB adalah merupakan tindakan cerdas lainnya untuk mencegah peningkatan eskalasi konflik bersenjata. Selain itu, tindakan kekerasan hanya akan menjadikan KKB semakin solid dan kuat karena rakyat Papua yang menjadi korban akan dengan mudah diprovokasi untuk bergabung memperkuat KKB tersebut. Pemilihan langkah-langkah yang cerdas dan terukur dan berorientasi pada jalan damai dan bermartabat juga dapat dengan mudah merebut hati rakyat Papua. Mereka tidak akan mendukung KKB tersebut dan bersama-sama berjuang untuk mempertahankan persatuan NKRI.

Pilihan untuk menghindari cara kekerasan yang berlebihan apalagi serangan militer tidak dapat serta merta diartikan bahwa pasukan militer Indonesia lemah dan lunak terhadap KKB di Papua. Tindakan yang dilakukan oleh KKB jelas merupakan tindak pidana, tindakan teror, merampas hak hidup manusia, menimbulkan rasa tidak aman, bahkan mengancam keutuhan NKRI sehingga diperlukan tindakan tegas oleh Pemerintah Indonesia. Namun, pemilihan cara-cara tegas yang persuasif dengan melihat akar permasalahan dalam konflik di Papua dan menghindari pendekatan kekerasan memperlihatkan kecerdasan bangsa ini dalam memahami strategi hukum perang dan belajar dari kesalahan masa lalu.

Pemahaman akan aturan Hukum Humaniter dan Hukum Internasional yang baik juga dapat menghindari Indonesia dari tindakan gegabah menggunakan kekuatan bersenjatanya yang nantinya hanya akan menjustifikasi bangsa lain untuk turut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia. Sebagai negara yang besar dan berdaulat, tentu saja kita berharap Indonesia dapat menyelesaikan persoalan dalam negerinya sendiri tanpa menyisakan persoalan pelanggaran terhadap hukum internasional lainnya.

*)Diajeng Wulan Christianti, Dosen Hukum Humaniter Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum-UNPAD.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait