Penyelesaian Sengketa Perjanjian Investasi Perlu Dikritisi
Berita

Penyelesaian Sengketa Perjanjian Investasi Perlu Dikritisi

Investor asing selalu takut dipolitisasi.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit

Ia menjabarkan, ada dua alasan yang mendasari perjanjian perlindungan investasi lahir pada masa itu. Pertama, negara-negara terjajah menjadi merdeka. Kedua, tindakan pengambilalihan asset atau nasionalisasi.

“Makanya di dalam perjanjian perlindungan investasi biasanya pemilik modal minta perlakuan yang setara dan adil antara investor asing dan domestik,” tambahnya.

Klausula lain yang biasanya termaktub dalam sebuah perjanjian perlindungan investasi adalah kewajiban negara untuk memberi ganti rugi kepada korporasi atas perang, konflik bersenjata, revolusi, keadaan darurat negara, kerusuhan maupun pemberontakan. Biasanya, ganti rugi itu diberikan dalam bentuk kompensasi atau pemulihan. Selain itu, di dalam perjanjian juga diatur mengenai perlindungan dari tindakan nasionalisasi. Terakhir, ketentuan bahwa dalam penyelesaian snegketa kedudukan negara dan korporasi menjadi sejajar.

Di sisi lain, Direktur Perjanjian Ekonomi, Sosial, dan Budaya Kementerian Luar Negeri, Abdulkadir Jailani, menjelaskan bahwa investor asing memang selalu takut dipolitisasi. Namun, Kadir juga menyayangkan banyaknya perjanjian perlindungan investasi yang ditandatangani representasi negara tanpa mengetahui detail isi perjanjian tersebut. Akibatnya, di kemudian hari baru diketahui ada hal-hal yang harus dikritisi dari perjanjian itu.

“Tak hanya di Indonesia, di banyak negara berkembang memang banyak pembuat keputusan tak paham detail keputusan yang dibuatnya. Padahal, perjanjian internasional tak bisa begitu saja dihentikan. Harus mengacu pada klausula yang termuat di dalam perjanjian itu,” papar Kadir.

Ia pun mengatakan, saat ini polarisasi kepentingan bukan hanya antara negara maju dengan negara berkembang. Menurutnya, telah ada pergeseran menjadi negara berhadapan dengan korporasi. Hal itu, kata Kadir, tak hanya menjadi urusan negara berkembang tetapi negara maju pun sangat memperhatikannya.

“Sebut saja Jerman yang sudah jadi korban. Australia, Rusia, Perancis pun sangat konsen dengan isu kepentingan negara dan korporasi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait