Penyempitan Dokumen Amdal Berimbas Pada Pembungkaman Partisipasi Publik
Terbaru

Penyempitan Dokumen Amdal Berimbas Pada Pembungkaman Partisipasi Publik

Khawatirnya organisasi lingkungan hidup tidak akan efektif dalam mendampingi masyarakat yang terkena dampak langsung.

Oleh:
MR 33/MR 32
Bacaan 3 Menit

Melihat adanya limitasi bahwa hanya organisasi lingkungan yang telah mendampingi saja yang dapat dilibatkan, Ninda mengkhawatirkan bagaimana nasib masyarakat terkena dampak langsung yang belum pernah sama sekali ada pendampingan oleh organisasi lingkungan hidup.

“Mereka akan berjuang sendiri tanpa adanya pendampingan organisasi lingkungan hidup pada proses konsultasi publik. Kemudian kita juga dibatasi untuk memberikan saran, masukan, tanggapan dalam 10 hari kerja. Apakah itu waktu yang cukup untuk mengidentifikasi dampak-dampaknya," katanya.

Imbas Berubahnya Perizinan

Selain menyempitnya ruang masyarakat dalam dokumen amdal, ketentuan lain yang berubah juga terkait dengan perizinan. Pada UU Cipta kerja, amdal dinyatakan layak melalui Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKL). SKKL tersebut lalu dipersamakan dengan persetujuan lingkungan yang menjadi syarat terbitnya perizinan berusaha. Belum diketahui apakah adanya perubahan ketentuan ini efektif atau tidak.

Terkait hal ini Grita mengungkapkan, setidaknya terdapat dua hal yang dikhawatirkan sebagai imbas dari pengintegrasian tersebut. Pertama, apakah persetujuan lingkungan dapat dijadikan objek penegakan hukum atau tidak. Merujuk pada UU PPLH, izin lingkungan menjadi objek yang dibatalkan sedangkan pada UU Cipta Kerja diubah menjadi perizinan berusaha.

“Persetujuan lingkungan itu kan full jadi kewenangannya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kemudian di mana kewenangan KLHK dalam mencabut perizinan berusaha tersebut, itu kan belum jelas,” ungkap Ninda kepada Hukumonline.

Pada poin kedua, persetujuan lingkungan kerap seringkali dipersamakan dengan perizinan berusaha untuk “memudahkan” berinvestasi. Dalam mengatasi hal ini, sudah dilakukan banyak gugatan yang menjadikan dua hal tersebut sebagai objek sengketa tata usaha negara di mana gugatannya diarahkan pada mekanisme-mekanisme pengintegerasian dokumen tersebut.

Terkait hal ini, Ninda menyebutkan sudah banyak gugatan-gugatan tata usaha negara lingkungan hidup yang berusaha mengoreksi terbitnya izin lingkungan. "Misalnya izin lingkungannya itu tetap diterbitkan walaupun amdalnya tidak layak, apakah kemudian bisa digugat lagi atau tidak itu kan masih banyak pro dan kontra pasca pengintegrasian ini,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait