Penyusunan Prolegnas 2021 Seharusnya Berbasis Kebutuhan Hukum Masyarakat
Berita

Penyusunan Prolegnas 2021 Seharusnya Berbasis Kebutuhan Hukum Masyarakat

Misalnya RUU yang mendesak dibentuk ataupun revisi untuk mempercepat proses pemulihan kondisi masyarakat akibat pendemi perlu menjadi prioritas. Seperti RUU yang mengatur tentang penanganan bencana, sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor ekonomi, dan lainnya yang berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

“DPR dan pemerintah sebaiknya menunda pembahasan RUU yang berpotensi menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat,” saran dia.

Mantan Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Kebijakan (PSHK) Indonesia periode 2015-2019 itu melanjutkan penyusunan prolegnas prioritas tahun 2021 seharusnya bercermin pada capaian kinerja legislasi sebelumnya. Seperti periode 2020, misalnya, DPR menetapkan 37 RUU menjadi prioritas tahunan.

Namun, berdasarkan pantauan hingga November, DPR hanya mampu mengesahkan 13 RUU. Sayangnya dari jumlah tersebut hanya 3 RUU yang masuk dalam prioritas tahunan 2020 yakni UU Pertambangan Mineral dan Batubara; UU Bea Materai; dan UU Cipta Kerja. Artinya, realisasi penyelesaian RUU menjadi hanya sekitar 8 persen dari yang direncanakan. “Sisanya RUU kumulatif terbuka yaitu satu revisi UU MK dan lain merupakan pengesahan APBN dan perjanjian internasional,” ujarnya.

Menurutnya, minimnya capaian RUU dalam prolegnas prioritas tahunan menjadi persoalan berulang dalam kinerja legislasi DPR dan pemerintah. Seharusnya DPR dan pemerintah lebih realistis dalam menetapkan jumlah RUU ke dalam prioritas tahunan.

Berkaca pada dinamika proses legislasi yang menimbulkan kontroversi beberapa waktu lalu, akibat minimnya partisipasi dan akuntabilitas DPR dan pemerintah, dia menyarankan perlu memprioritaskan penataan kembali proses legislasi dengan merevisi UU No. 12/2011. Menurutnya, revisi UU 12/2011 semakin mendesak dengan digunakannya metode omnibus law dalam penyusunan undang-undang.

“Banyaknya persoalan proses dan kesalahan teknis dalam proses legislasi yang seharusnya menjadi momentum perbaikan menyeluruh proses dan tata kelola pembentukan UU,” sarannya.

Peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius mengatakan harapan pimpinan DPR merampungkan sejumlah RUU Prolegnas Prioritas 2020 hanyalah isapan jempol. Semestinya capaian RUU hingga November sudah dapat menjadi ukuran kinerja legislasi DPR sepanjang satu tahun ini. Termasuk untuk penyusunan RUU Prolegnas Prioritas 2021.

Tags:

Berita Terkait