Peradi: Berdasarkan Asas Kesetaraan, Saksi Berhak Didampingi Advokat
Pojok PERADI

Peradi: Berdasarkan Asas Kesetaraan, Saksi Berhak Didampingi Advokat

Saksi yang tidak didampingi menjadi sangat rentan karena potensial kuat mengalami tekanan dan intimidasi.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Tim Hukum DPN Peradi bersama Saksi dari YLBHI dan kedua saksi ahli setelah persidangan. Foto: istimewa.
Tim Hukum DPN Peradi bersama Saksi dari YLBHI dan kedua saksi ahli setelah persidangan. Foto: istimewa.

Sudah seharusnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pengujian terhadap Bab IV Pasal 54 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), Sutrisno saat menanggapi sidang MK dalam perkara No. 61/PUU-XX/2022 dengan Pemohon Octoling Hutagalung, Andrijani Sulistiawati, dan Bayu Prasetyo untuk pengujian terhadap Pasal 54 Undang Undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Pasal 28D ayat 1 Undang Undang Dasar tahun 1945.

 

“Bahwa sudah seharusnya hak saksi untuk didampingi oleh seorang advokat, karena hal ini merupakan asas kesetaraan (equality before the law). Peradi sebagai organ negara yang menjalankan fungsi negara mengalami kerugian konstitusional apabila dalam Pasal 54 KUHAP tidak diatur hak saksi untuk didampingi seorang Advokat dalam proses pemeriksaan tingkat penyelidikan dan penyidikan,” tegas Sutrisno.

 

Adapun persidangan telah terselenggara pada 10 Oktober 2022. Selaku Pihak Terkait, Peradi diwakili oleh Ketua Tim Sutrisno dengan anggota Hendrik Jehaman, Happy Sihombing, Viator Harlen Sinaga, Johan Imanuel, Zul Armain Asis, dan Bhismoko W Nugroho. Dalam sidang, juga dihadirkan Ahli Hukum Pidana dan HAM, Dr. Nicholas Simanjuntak, S.H., M.H.; Ahli Hukum Tata Negara dan Konstitusi, Dr. Fachri Bachmid, S.H., M.H.; serta Saksi dan Ketua Umum Pengurus YLBHI Muhamad Isnur, S.H.

 

Dalam keterangannya, Saksi Ahli Nicholas Simanjuntak mendukung permohonan pemohon uji materil. Menurutnya, Pasal 54 KUHAP (UU RI Nomor 8 Tahun 1981) nyata bertentangan dengan konstitusi UUD NRI Tahun 1945, khususnya Pasal 28D (1) mengenai ‘jaminan perlindungan kepastian persamaan kedudukan hukum setiap orang dalam atribut penyidik dan saksi terperiksa/advokat’ sebagai tanggung-jawab asasi negara yang baik.

 

“Karena itu harus dihentikan budaya hukum substansi Pasal 54 KUHAP aquo yang adalah sistem hukum mental constructs kolonialis dominatif eksploitatif intimidatif dengan ragam intrik antara sesama orang, yakni: saksi, terperiksa, penyidik, advokat d/h penasihat hukum, yang adalah setara sama di dalam HAM hukum, undang-undang, kode etik, dan sumpah profesi kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata Nicholas.

 

Sementara itu, Fachri Bachmid dalam  kesimpulan atas keterangan sebagai saksi ahli menyampaikan, ahli menilai objek pengujian materiel pada Permohonan aquo, Pasal 54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi: ‘guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini’ telah secara nyata/aktual menimbulkan kerugian materiel bagi para pemohon dan pihak terkait; serta menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada hakikatnya secara elementer bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak diberikan pemaknaan konstitusional bersyarat termasuk mencakup Saksi dan Terperiksa.

 

“Dengan demikian, menjadi penting dan sesuai kebutuhan hukum masyarakat jika rumusan ketentuan norma Pasal 54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi: ‘Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini’ diberikan pemaknaan konstitusional bersyarat termasuk mencakup Saksi dan Terperiksa,” Fachri menambahkan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: