Peradi SAI dan RBA Tolak Pasal Advokat Curang dalam RUU KUHP
Utama

Peradi SAI dan RBA Tolak Pasal Advokat Curang dalam RUU KUHP

Pengaturan pasal advokat curang seharusnya cukup diatur dalam UU Advokat, seperti halnya UU Kepolisian dan UU Kejaksaan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit

“Ini sudah melanggar UU Advokat, Konstitusi, dan kode etik. Karena itu, delik advokat curang dalam RUU KUHP harus dicabut karenap potensi mengakibatkan advokat tersandera dalam menjalani profesinya. Adanya aturan ini, advokat berpotensi dikriminalisasi,” katanya.

Ketua Umum Peradi Rumah Bersama Advokat (Peradii RBA) Luhut MP Pangaribuan menilai pasal pemidanaan bagi advokat curang, salah satu contoh bahwa RUU KUHP over kriminalisasi. Sebab, advokat curang sudah diatur dalam substansi UU lain yakni UU Advokat dan Kode Etik serta ada dalam pasal pidana umum lainnya. “Tidak perlu ada aturan advokat curang dalam RUU KUHP. RUU KUHP ini over kriminalisasi,” kata Luhut kepada Hukumonline.

Sebaiknya diatur dalam UU Advokat

Hal berbeda disampaikan Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mendukung adanya pasal pemidanaan terhadap advokat curang. Dia mengakui memang ada asas imunitas dalam Pasal 16 UU Advokat dan putusan MK dimana advokat tidak dapat dituntut baik secara pidana dan perdata karena dia menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik.

“Tapi, kalau yang namanya curang, sudah pasti tidak ada iktikad baik kan,” kata Tjoetjoe kepada Hukumonline.

Menurutnya, aturan advokat curang ini sebaiknya diatur dengan kriteria yang harus detail Misalnya, sebelum advokat tersebut dilakukan pemeriksaan oleh penyidik ada baiknya diperiksa dulu oleh Dewan Kehormatan Advokat. “Pasal mengenai advokat curang ini jangan diatur dalam RUU KUHP, tetapi diatur dalam UU Advokat, seperti UU Kepolisian RI dan UU Kejaksaan RI,” ujarnya.

Mengapa harus diperiksa terlebih dahulu ke Dewan Kehormatan Advokat karena banyak advokat yang sudah bekerja dengan baik-baik, berarti tidak curang meski tetap dilaporkan ke polisi. “Tak jarang ketika perkaranya kalah, dianggap menipu klien, padahal kan yang memutus perkara bukan pengacara, tapi majelis hakim. Tapi ketika perkaranya kalah advokat dianggap menipu karena sudah bayar mahal tetapi kalah. Nah, ini celakanya nantinya klien dapat melaporkan ke polisi dengan alasan advokat curang,” ujarnya.

Menurutnya, harus ada tahapan yang diatur secara lebih rinci dan dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu di Dewan Kehormatan Advokat agar advokat tidak mudah di kriminalisasi saat menjalankan profesinya. “Jadi, aturan ini harus diatur dalam UU Advokat, bukan RUU KUHP,” katanya.

Tags:

Berita Terkait