Perampasan Tanah Rakyat Melalui Peraturan Hukum yang Timpang
Kolom

Perampasan Tanah Rakyat Melalui Peraturan Hukum yang Timpang

Distribusi lahan untuk Proyek Strategis Nasional dan Pembangunan Infrastruktur hanya akan menguntungkan segelintir orang dan membuat rakyat semakin sengsara.

Bacaan 4 Menit
Fajar Muhammad Andhika. Foto: Istimewa
Fajar Muhammad Andhika. Foto: Istimewa

Oligarki merupakan sekelompok orang yang mempunyai kuasa untuk mengendalikan negara dengan cara memproduksi produk hukum yang hanya mengakomodir kepentingan kelompoknya sendiri dan mengorbankan hak-hak rakyat. Oligarki sudah masuk ke dalam tubuh pemerintahan Indonesia.

Hal ini bukan tanpa alasan, dapat dibuktikan dengan produk-produk hukum yang diproduksi oleh negara dirasa hanya menguntungkan segelintir orang. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja misalnya, yang mendapatkan banyak penolakan dari kaum buruh, petani, perempuan, dan masyarakat adat justru dikebut oleh Pemerintah.

Tidak hanya UU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 Tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional juga menjadi peraturan yang mengancam hak-hak dasar warga negara, melalui PP No. 42 Tahun 2021, Proyek Strategis Nasional yang mempunyai tujuan untuk penciptaan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, berbalik 360 derajat.

Proyek Strategis Nasional justru jauh dari tujuan yang digadang-gadang oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Catatan Akhir Tahun LBH Semarang 2020, sepanjang tahun 2020 ada 36 kasus dengan jumlah korban sebanyak 2.352 di Jawa Tengah dengan aktor pelanggar HAM paling banyak dari Pemerintah Pusat, sebanyak 24 kasus lewat Proyek Strategis Nasional dengan tindakan perampasan lahan.

Baca Juga:

Perampasan lahan, seperti halnya yang sedang terjadi di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo. Masyarakat Wadas yang menolak pertambangan batuan andesit untuk suplai material batuan Bendungan Bener justru dipaksa oleh negara dengan dalih Proyek Strategis Nasional yang menurut pandangan pemerintah akan melahirkan kesejahteraan, hal tersebut dikuatkan oleh Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) “orang boleh berdebat, tetapi saya harus mengeksekusi pekerjaan itu”.

Berdasarkan hal ini, keserakahan pemerintah tentu akan mengakibatkan hilangnya alat produksi petani serta rusaknya lingkungan hidup yang selama ini mereka tempati. Produksi ketimpangan akan terus dilakukan oleh negara, apabila negara masih mempunyai “watak” kapitalistik, dan hingga kini, negara masih terus menggenjot produk hukum yang justru akan melahirkan ketimpangan-ketimpangan baru. Salah satunya melalui tulisan ini, Penulis mencoba memperlihatkan Konsep Bank Tanah yang sedang digadang-gadang oleh Pemerintah untuk mensejahterakan rakyat justru akan memperbesar potensi perampasan lahan serta mengingkari Reforma Agraria.

Tags:

Berita Terkait