Peran KPI dan Perubahan Paradigma dari UU Cipta Kerja
Terbaru

Peran KPI dan Perubahan Paradigma dari UU Cipta Kerja

Oleh:
MR 32
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi penyiaran. Sumber: HOL
Ilustrasi penyiaran. Sumber: HOL

Menerawang sedikit penyiaran tanah air tampaknya belum dapat dipastikan akan seperti apa nasibnya. Pasalnya, pembahasan terkait revisi Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tak kunjung menemukan titik terang. Terakhir disebutkan bahwa revisi UU Penyiaran masuk ke dalam RUU Prioritas 2022.

Perkembangan industri penyiaran yang semakin pesat menjadi satu dari banyaknya alasan perlunya penyesuaian dalam isi UU Penyiaran yang memang sudah lawas. Dari sekian persoalan dalam UU Penyiaran, beberapa di antaranya sebenarnya dibahas dalam perubahan UU Penyiaran yang tercantum pada Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Terdapat delapan poin dari UU Penyiaran yang diubah. Sayangnya, perubahan tersebut nampaknya tidak benar-benar menjawab permasalahan yang ada.

Dalam UU Cipta Kerja, fungsi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga independen dianggap melemah karena lebih diposisikan sebagai lembaga administratif dan pengawasan konten penyiaran tanpa adanya hak yang berkaitan dengan masalah perizinan. Merespon hal tersebut, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya Anang Sujoko mengatakan, bahwa UU Cipta Kerja semakin menguatkan peran-peran pemerintah atau lembaga eksekutif.

“Seperti masa-masa Orde Baru, di mana mekanisme-mekanisme seperti perizinan diurus sepenuhnya oleh pemerintah,” tutur Anang kepada Hukumonline.

Baca juga:

Sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran, KPI memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mengevaluasi kelayakan konten yang disiarkan agar masyarakat mendapatkan siaran yang berkualitas. Dalam hal ini, KPI memiliki hak untuk merekomendasikan hal-hal yang berkaitan dengan kelayakan konten yang disiarkan. Melalui KPI juga, masyarakat memiliki hak untuk ikut serta dalam mengawasi penyiaran yang ada di Indonesia. Salah satu wujudnya tercermin dari peran masyarakat dalam pengaduan isi siaran.

Meski begitu, belum jelas apakah adanya rekomendasi dan evaluasi tersebut akan menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam memberikan izin siar. Anang mempertanyakan apa gunanya catatan-catatan maupun track record yang tidak baik pada lembaga penyiaran jika kemudian tidak memengaruhi proses perizinan atau perpanjangan perizinan. Dalam perspektif kajian hukum media, nasib KPI di sini semakin merana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait