Peran Kunci Presiden dalam Penyelesaian Alih Status Pegawai KPK
Kolom

Peran Kunci Presiden dalam Penyelesaian Alih Status Pegawai KPK

Terdapat lima alasan kenapa hanya Presiden yang menjadi harapan untuk menyudahi polemik alih status pegawai KPK.

Bacaan 6 Menit

Tipe-tipe konflik yang juga termanifestasikan dalam penyelenggaraan alih status pegawai KPK dengan TWK antara lain tujuan tidak dirumuskan dengan jelas, adanya peran yang tidak jelas/ketiadaan uraian tugas (unclear roles/lack of job description), penyelenggara negara memberikan akses khusus kepada pihak tertentu misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya, dan adanya situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang menyalahgunakan wewenang (vide, Dwi Budi Sulistiyana dan Gotfridus Goris Seran: 2016).

Menegasikan Reformasi Birokrasi

TWK yang bermasalah lebih dari sekadar persoalan biasa yakni masalah reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi telah menjadi agenda penting Presiden Joko Widodo selama dua periode pemerintahannya. Hal itu tertuang dalam komitmen tertulis berupa visi dan misi serta penyampaian lisan dalam debat dan pernyataan sikap publik.

Joko Widodo pada 2014 menyatakan penguatan KPK dari sisi independensi mencakup penambahan personil, reformasi birokrasi, pendanaan partai politik, transparan dan akuntabilitas pemerintahan serta pencegahan dan pemberantasan korupsi politik. Rekam jejak yang cukup baik menarik perhatian pemilih sehingga memilihnya sebagai Presiden.

Pada Pilpres 2019, isu korupsi tak ketinggalan dibahas. Joko Widodo bersama pendampingnya KH Ma’aruf Amin menyatakan fokusnya pada bidang perizinan dan tata niaga, keuangan negara, penegakan hukum, dan reformasi birokrasi di setiap kementerian, pemerintah daerah, dan lembaga. Pada pengenalan anggota Kabinet Indonesia Maju tanggal 23 Oktober 2019, salah satu perintah Jokowi adalah perlu menciptakan sistem yang menutup celah korupsi.

Sementara itu, penyelenggaraan alih status lebih dengan TWK tidak berorientasi pada pencapaian tujuan reformasi birokrasi dan cenderung merupakan hasil dari tindakan yang koruptif. Sebab pelaksanaan alih status pegawai KPK tidak mencerminkan upaya untuk menciptakan clean government dan good governance. Tujuan reformasi birokrasi antara lain yakni mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan; menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy; meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat; dan meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi; (vide, PP 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025).

Dalam konteks inilah, kita menagih janji kepada Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan agenda reformasi birokrasi agar tidak terkesan isu ini menjadi isu yang hanya dipergunakan dalam menarik dukungan elektoral. Dalam bahasa lain, jangan lips service. Bahwa jika tidak diperbaiki, kecerundangan lembaga-lembaga atau instansi-instansi pemerintah mengulangi praktik yang buruk akan berulang kembali. Padahal seharusnya mereka mendukung agenda Presiden dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan dimana Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi.

Peran Presiden

Dalam kerangka sistem pemerintahan Presidensial, Presiden tidak hanya diletakkan sebagai pusat kekuasaan eksekutif tapi juga kekuasaan negara. Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, Presiden mengatur dan memimpin tata kelola pemerintahan juga menentukan kebijakan hukum. Penyelenggaraan pemerintahan termasuk dalam konteks ini merupakan tanggungjawab yang diembankan kepada Presiden. Ini amanat konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”

Tags:

Berita Terkait