Peraturan Pelaksana UU PDP Diminta Perhatikan Kerentanan Kaum Perempuan
Terbaru

Peraturan Pelaksana UU PDP Diminta Perhatikan Kerentanan Kaum Perempuan

Untuk mengakomodasi pengalaman dan kepentingan perempuan sebagai salah satu kelompok rentan yang berpotensi mengalami pelanggaran hak terkait data pribadi dan hak privasi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Kantor Komnas Perempuan. Foto: Istimewa
Kantor Komnas Perempuan. Foto: Istimewa

Setelah terbit  UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), tugas selanjutnya adalah menyusun dan menerbitkan peraturan pelaksana. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menilai tindak lanjut UU PDP perlu memberikan perhatian khusus pada kerentanan berbasis gender terhadap perempuan terutama terkait kekerasan dan kejahatan siber.

“Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi pengalaman dan kepentingan perempuan sebagai salah satu kelompok rentan yang berpotensi mengalami pelanggaran hak terkait data pribadi dan hak privasi,” kata Andy dikonfirmasi, Rabu (5/10/2022).

Baca Juga:

Andy melihat UU PDP memberikan perhatian pada kerentanan khusus anak dan disabilitas. Dia mengingatkan pelindungan terhadap hak privasi perempuan merupakan bagian dari jaminan hak Konstitusional yang perlu dipenuhi oleh negara, sebagaimana dijamin Pasal 28G ayat (1), 28H ayat (4) dan 28I ayat (4) UUD Tahun 1945. Pelindungan ini juga merupakan bagian dari prinsip hak atas privasi yang dijamin oleh Kovenan Sipol yang telah diratifikasi melalui UU No.12 Tahun 2005.

Kewajiban perlindungan ini dapat diwujudkan dengan berbagai pendekatan, termasuk penyusunan legislasi. Berkaitan komitmen untuk menghapus segala bentuk diskriminasi, menurut Andy legislasi itu juga perlu memastikan pemenuhan hak asasi perempuan sebagaimana dinyatakan dalam Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Perempuan (Cedaw) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No.7 Tahun 1984.

UU PDP secara umum dapat digunakan untuk melindungi WNI terkait hak privasi dan hak pribadi. Produk legislasi ini dinilai cukup progresif. Tapi Andy mencatat UU PDP masih netral gender, sehingga pengalaman dan kerentanan perempuan belum diakui atau dijamin perlindungannya dalam konteks kasus kekerasan siber. Komnas Perempuan mencatat periode 2017-2021 pengaduan kekerasan siber meningkat signifikan. Tahun 2017 ada 16 kasus, meningkat jadi 97 kasus (2018), 97 kasus (2019), 940 kasus (2020) dan 1.721 kasus (2021).

Berbagai bentuk kekerasan siber yang diadukan antara lain doxing atau penyebaran data pribadi, impersonasi, dan morphing. Pasal 65 UU PDP yang mengatur larangan memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya, dan menggunakan data pribadi yang bukan miliknya, menurut Andy tidak menunjukan kerentanan dan dampak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait