Pemberian gelar honoris causa kepada Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri beberapa waktu lalu mendapat pro dan kontra dari publik. Sebab, pemberian gelar honoris causa atau profesor kehormatan yang diberikan harus melalui dan memenuhi rangkaian proses akademik tertentu.
Pemberian gelar profesor diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005. Undang-undang tersebut menjelaskan, profesor adalah jabatan fungsional tertinggi yang diberikan kepada dosen di lingkup perguruan tinggi.
Dalam aturan, dosen yang mendapat jabatan fungsional profesor berhak menyandang gelar guru besar. Syaratnya pun cukup kompleks, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan publikasi, dan pengabdian masyarakat.
Baca Juga:
- Strategi MA untuk Tingkatkan Kepercayaan Publik Hingga Rakernas KAI 2022
- Ingin Berinvestasi di Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi? Ingat 7 P
- Pengadilan Tinggi DKI Korting Vonis Eks Dirut Asabri Jadi 18 Tahun
Publikasi ilmiah tersebut harus pernah diterbitkan di jurnal internasional Scopus dan jurnal ilmiah nasional Sinta. Sedangkan jenjang karir untuk mendapatkan gelar profesor berawal dari jabatan fungsional asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan guru besar.
Di lingkungan kampus, profesor lebih dari sekadar jabatan fungsional tertinggi, menyandang profesor berarti seorang dosen memiliki kapasitas keahlian dan produktivitas ilmiah yang tinggi.
Kehadiran profesor secara langsung akan memberi dampak ganda terhadap perguruan tinggi, dunia akademik, dan peradaban keilmuan suatu bangsa. Adanya seorang profesor di kampus sudah jelas mengutamakan prestasi akademik.