Perbedaan Sistem Hukum Kini Makin Konvergen
Berita

Perbedaan Sistem Hukum Kini Makin Konvergen

Secara substansi, antara civil law dan common law semakin konvergen. Sekalipun ada perbedaan, lebih banyak dalam hukum acara.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: SGP
Foto ilustrasi: SGP
Sudah menjadi rahasia umum bahwa dua sistem hukum yang banyak dipakai di dunia, common law dan civil law, memiliki tradisi yang berbeda. Namun, perbedaan secara konseptual dan historis dalam kedua sistem hukum itu kian hari kian tak terasa. Bahkan, dalam praktik arbitrase internasional kedua sistem menjadi semakin konvergen.

Demikian kesimpulan yang mengemuka dalam diskusi “Arbitrating with Foreign Parties: a Civil Way to Find Common Ground” yang diselenggarakan oleh International Chamber of Commerce Young Arbitrators Forum yang juga didukung kantor hukum Makes & Partners dan Wong Partnership Singapura, di Jakarta, Jumat (11/3).

Menurut James Morrison, yang merupakan konsultan hukum dari Morrison Law, Allen, Linklaters Sydney, praktik arbitrase memang lintas yurisdiksi. Dengan demikian, para pihak dan kuasa hukumnya bebas menentukan hukum mana yang akan digunakan. Hal ini tentu saja membuat common law maupun civil law menjadi dua pilihan yang seimbang.

“Arbitrase internasional menjadi forum yang sangat unik dalam menyelesaikan sengketa. Sebab, para pihak bebas memilih hukum acara mana yang mereka gunakan,” ujarnya.

Alvin Yeo, Partner Wong Partnership, menekankan bahwa perbedaan-perbedaan dalam hukum acara antara common law dan civil law. Kemudian, ada pula sedikit perbedaan cara pandang terhadap suatu pemahaman konsep hukum khususnya dalam lingkup arbitrase internasional. Sementara dari segi substansi, semakin terjadi konvergensi di antara kedua sistem itu.

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, mengatakan bahwa ketersinggungan dua sistem hukum pun terjadi di Indonesia. Ia mengamati bahwa kini konsep yang digunakan di Indonesia tidak lagi murni 100% civil law. Banyak praktik terbaik dari sistem common law yang sudah diterapkan di Indonesia.

Hikmahanto mencontohkan, konsep “trust” dan “asset securitization” merupakan konsep yang dibawa dari common law. Namun kenyataannya, kini kedua konsep itu juga dikenal dalam sistem hukum di Indonesia. Selain itu, setelah krisis financial tahun 1997, Indonesia juga dipengaruhi berbagai konsep hukum lain yang sangat common law. Misalnya, hukum anti-monopoli, hukum kepailitan, dan hukum terkait hak cipta.

Salah satu faktor yang membuat sistem hukum saling mempengaruhi, menurut Hikmahanto adalah proses modernisasi dan pembangunan yang tidak bisa dihindari. Selain itu, ia melihat kini tren yang terjadi di antara praktisi dan akademisi hukum di Indonesia tujuan melanjutkan studi bukan lagi ke negara civil law seperti Belanda, tetapi lebih banyak yang memilih Inggris dan Amerika Serikat.

“Mungkin karena faktor bahasa juga, ya. Tetapi menurut saya pengaruh yang datang ini memang tidak bisa dihindari. Sebab, ini bagian dari konsekuensi proses modernisasi,” ujarnya.

Mantan hakim agung, Mieke Komar mengakui bahwa di Indonesia tak jarang hakim harus memeriksa dan mengadili kasus-kasus yang di dalamnya terkandung konsep-konsep common law. Mieke menilai, ada beberapa putusan Mahkamah Agung yang berkaitan dengan konsep hukum yang tidak diterapkan di Indonesia. Menurutnya, hal itu tentu juga berlaku di dalam forum arbitrase.

Mieke pun mengatakan bahwa di antara dua sistem hukum yang ada memang memungkinkan terjadi titik temu. Sehingga, saat ini penerapan keduanya tidak bisa bersifat kaku dan rigid. Sebab, bagaimanapun interaksi di antara keduanya membuat sistem hukum yang ada senantiasa bersinggungan.

Kendati demikian, Mieke mengingatkan bahwa prinsip utama dan karakteristik sistem hukum yang ada tidak bisa dipaksakan untuk membaur. Ia menuturkan bahwa perbedaan tetap diperlukan untuk mempertahankan kekhasan masing-masing sistem hukum. Sehingga, menurutnya dalam hal-hal mendasar bisa jadi tidak ada titik temu antaracommon law dan civil law.

“Memang sekarang ada beberapa negara civil law yang mengadopsi konsep common law. Tetapi, menurut saya pada hal-hal yang menjadi konsep dasar tidak bisa kita dipaksakan untuk mengikut konsep sistem hukum yang memang berbeda,” tandas Mieke.

Ia mencontohkan, salah satu konsep common law yang hingga kini belum bisa diterapkan di Indonesia. Misalnya, konsep anti-suit injunction, di mana dalam proses arbitrase para pihak dilarang untuk membawa perkaranya ke yurisdiksi lain. Mieke menegaskan, konsep tersebut merupakan dasar dalam sistem common law dan tidak bisa diterima oleh sistem civil law.

“Ini konsep sangat common law, mendasar sekali. Kalau kita terapkan, ya apa bedanya dong antara civil law dengan common law?,” ujar Mieke retoris.

Tags:

Berita Terkait