Percepat RUU Omnibus Law, Presiden Disarankan Bentuk Tim Ahli
Utama

Percepat RUU Omnibus Law, Presiden Disarankan Bentuk Tim Ahli

PSHK menyarankan pemerintah dan DPR memperhatikan lima hal yakni taat asas pembentukan peraturan, membuka ruang partisipasi publik, pembahasan transparan dan akuntabel, mengedepankan prinsip demokrasi, dan pendekatan omnibus law dimaknai pembenahan regulasi secara menyeluruh.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Kita tunggu, Baleg (masih) menunggu insiatif pemerintah. Kalau memang hanya untuk RUU UMKM dan RUU Cipta Lapangan Kerja, mana barangnya? Baleg menunggu,” tagihnya.

 

Perhatikan lima hal

Terpisah, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Rizky Argama berpendapat omnibus law merupakan satu metode pembentukan undang-undang yang mengatur materi multisektor dan bisa merevisi atau mencabut ketentuan dalam undang-undang lain. Dia mengakui pendekatan omnibus law lazim digunakan di berbagai negara sebagai strategi dan cara menyelesaikan permasalahan regulasi yang banyak secara jumlah dan tumpang tindih secara substansi.

 

Namun, sebagai sebuah metode, pendekatan omnibus law berpeluang mengabaikan prinsip-prinsip penting dalam pembentukan undang-undang. Gama, begitu biasa disapa, menilai pendekatan omnibus law tidak dilarang dan prosedur pembentukannya telah diakomodasi melalui UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

 

“Hanya pendekatan omnibus law yang ditempuh oleh pemerintah saat ini harus dicermati dengan sangat hati-hati,” kata Gama.

 

Selaras dengan itu, menurut PSHK, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar memperhatikan lima hal. Pertama, menaati asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Termasuk ketentuan materi muatan dan prosedur formal lain dalam pembentukan undang-undang sesuai UU 12/2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019.

 

Kedua, membuka peluang partisipasi masyarakat seluas-luasnya dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Serta kelompok-kelompok terdampak dalam setiap tahap pembentukan undang-undang. Tak kalah penting, tidak melakukan pembahasan secara tertutup dengan hanya melibatkan elit-elit politik dan pemerintahan.

 

Ketiga, melakukan pembahasan secara transparan dan akuntabel melalui penyediaan data dan informasi yang mudah diakses pada setiap tahap pembentukan undang-undang. Keempat, mengedepankan prinsip-prinsip yang menopang demokrasi. Seperti perlindungan hak asasi manusia, antikorupsi, keberpihakan terhadap kelompok rentan, dan pelestarian lingkungan hidup dalam setiap tahap pembentukan undang-undang omnibus ini.

 

Kelima, menempatkan pendekatan omnibus law sebagai salah satu cara pembenahan regulasi secara menyeluruh. Serta tidak semata-mata bertujuan tunggal dalam rangka meningkatkan investasi dan kemudahan berusaha yang justru berpotensi mengabaikan kepentingan masyarakat lebih luas.

Tags:

Berita Terkait