Perizinan Satu Data Melalui Omnibus Law
Kolom

Perizinan Satu Data Melalui Omnibus Law

​​​​​​​Momentum Omnibus Law akan berdampak pada lahirnya perizinan terintegrasi sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 ayat (5) PP Nomor 24 Tahun 2018.

Bacaan 5 Menit
Perizinan Satu Data Melalui Omnibus Law
Hukumonline

Indonesia saat ini sedang bersiap menjaring calon investor dalam jumlah besar, kemudahan berusaha menjadi wajib untuk diwujudkan. Artinya, kini persoalan perizinan dan kepastian hukum yang menjadi momok investasi harus diselesaikan. Semangat untuk menyederhanakan perizinan sebagai bentuk mewujudkan kemudahan berusaha di Indonesia pada awalnya tercantum di dalam Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik dan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha merupakan bentuk landasan secara operasional dari Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 dan terakhir melalui Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2020 terkait kemudahan perizinan untuk percepatan investasi. Dalam hal ini salah satu cara untuk mewujudkan kemudahan berusaha adalah dengan menggunakan model pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.

Secara hukum unsur yang terdapat di dalam definisi atau Online Single Submission (OSS) tersebut ada dua hal yakni pengurusan perizinan melalui sistem elektronik dan pengurusan perizinan secara terintegrasi. Pengurusan perizinan secara elektronik dimaksudkan untuk mempersingkat birokrasi pengurusan perizinan sekaligus mengantisipasi kemungkinan penyimpangan pada praktik pengurusan perizinan. Sedangkan terintegrasi artinya jumlah perizinan yang harus diurus pada satu bidang usaha dapat dikurangi karena adanya fungsi data sharing pada perizinan terintegrasi secara elektronik.

Liew King (2019), menjelaskan bahwa Singapura yang kini memiliki tingkat kemudahan berusaha terbaik di Asia Tenggara merupakan pionir model pengurusan perizinan secara elektronik (OSS) sejak awal tahun 2000 dan hasilnya pengurusan perizinan di Singapura saat ini terbilang sangat cepat dengan jumlah perizinan yang tidak banyak. Hal ini terjadi karena fungsi dari data sharing sehingga investor tidak perlu mengulang pengurusan perizinan yang berbeda dengan syarat dan tujuan yang sama. Persoalan tidak optimalnya pelaksanaan pengurusan perizinan melalui OSS di Indonesia disebabkan karena tidak semua perizinan dapat diurus secara elektronik dan belum adanya fungsi integrasi dan data sharing pada masing-masing instansi dalam pengurusan perizinan.

Pengurusan perizinan melalui model single submission merupakan insentif yang menarik bagi investor dan akan memiliki korelasi yang positif terhadap peringkat kemudahan berusaha. Model single submission akan mengurangi risiko gangguan bisnis (business interruption) yang disebabkan oleh sulitnya pengurusan perizinan. Di Indonesia sulitnya menerapkan pengurusan perizinan model single submission disebabkan karena model pemerintahan otonomi daerah sehingga kewenangan pemberian perizinan sebagian besar berada pada pemerintah daerah.

Salah satu dampak dari berlakunya desentralisasi tersebut adalah membuat BKPM hanya dapat menginventarisir jumlah investasi, namun BKPM tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya karena wewenang perizinan dan pemberian fasilitas investasi ada pada provinsi maupun kabupaten/kota. Penerbitan perizinan selalu terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh badan/instansi berdasarkan peraturan perundangan.

Adanya kewenangan daerah untuk menciptakan perizinan yang dipersyaratkan, maupun menerbitkan perizinan banyak berasal dari peraturan daerah (Perda) demikian juga dengan pengawasan terhadap pemenuhan perizinan yang dipersyaratkan. Jika dirunut lebih lanjut dalam hal ini Perda adalah produk hukum yang dikenal setelah berlakunya UU Otonomi Daerah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait