Perkembangan Hukum Wakaf di Indonesia, dari Era Priesterraad Hingga Era Jokowi
Fokus

Perkembangan Hukum Wakaf di Indonesia, dari Era Priesterraad Hingga Era Jokowi

Positivisasi lembaga wakaf ke dalam hukum nasional sudah berlangsung lama. Tantangannya bukan pada regulasi.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Mengatasi Masalah

Pemanfaatan harta wakaf untuk kesejahteraan ummat sudah lama diusung, antara lain oleh Guru Besar Fakultas Hukum UI, Uswatun Hasanah. Semasa masih hidup, ia menaruh perhatian besar pada persoalan wakaf. Pada pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar, 22 April 2009, Uswatun menyinggung tiga persoalan utama yang menyebabkan wakaf di Indonesia belum berperan memberdayakan ekonomi ummat.

Pertama, masalah pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf. Pada umumnya masyarakat belum memahami dengan baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat maupun maksud disyariatkannya wakaf. Akibatnya, selama ini peruntukan wakaf masih sangat terbatas. Kedua, masalah pengelolaan dan manajemen wakaf. Masih banyak harta wakaf yang terlantar, dibiarkan bertahun-tahun tidak produktif. Beberapa di antaranya justru berakhir dengan sengketa karena ditelantarkan dalam jangka waktu yang lama. Wakaf tidak dikelola produktif. Ketiga, masalah benda yang diwakafkan dan nazhir. Masih sedikit orang yang mewakafkan harta selain tanah. Untungnya UU No. 41 Tahun 2004 membuka ruang yang lebar untuk wakaf harta non-tanah. Berkaitan dengan nazhir, profesionalisme menjadi kunci penting agar wakaf produktif dapat dikelola dan memberikan manfaat baik bagi wakif dan keturunannya maupun bagi kesejahteraan ummat.

Satu persatu solusi atas permasalahan itu sebenarnya sudah ditemukan. Pekerjaan rumah terbesar sekarang adalah memanfaatkan harta wakaf agar produktif. Potensinya sangat menjanjikan. Anggota BWI, Iwan Agustiawan Fuad, memprediksi, potensinya bisa mencapai 147 triliun rupiah per tahun. Inilah yang menjadi tantangan bagi BWI. Kini, yang dapat diwakafkan sudah bukan hanya harta tak bergerak seperti tanah. Pasal 16 ayat (3) UU No. 41 Tahun 2004 sudah membuka ruang wakaf uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, dan hak sewa.

Pemerintah sendiri sudah berusaha memperkuat pijakan hukum pengaturan wakaf. Terakhir, Presiden Joko Widodo menerbitkan PP No. 25 Tahun 2018 yang mengubah beberapa ketentuan PP No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf. PP yang diterbitkan di era Jokowi itu antara lain mengatur izin perubahan status harta wakaf, penguatan BWI hingga ke daerah, dan mendorong profesionalisme nazhir.

Seperti tertulis dalam konsideransnya, perubahan kebijakan ini dikeluarkan Presiden Jokowi untuk ‘meningkatkan pengamanan, efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan harta benda wakaf’.

Tags:

Berita Terkait