Perkuat Payung Hukum Plastik Berbayar
Berita

Perkuat Payung Hukum Plastik Berbayar

Sampah plastik tetap harus dikurangi. Plastik tertentu perlu kena cukai.

Oleh:
MR25
Bacaan 2 Menit
Sampah plastik di jalanan, jadi masalah. Harus ada pengurangan. Salah satunya lewat program kantorng plastik berbayar di ritel modern. Foto: MYS
Sampah plastik di jalanan, jadi masalah. Harus ada pengurangan. Salah satunya lewat program kantorng plastik berbayar di ritel modern. Foto: MYS
Program kantong plastik berbayar di ritel modern di Indonesia adalah program yang bagus untuk mengurangi sampah plastik. Tetapi program ini perlu ditopang dengan payung hukum yang lebih kuat agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. Penggunaan uang yang dikumpulkan pengusaha dari plastik berbayar itu rawan disalahgunakan.

Pentingnya memperkuat payung hukum plastik berbayar disampaikan anggota pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sudaryatmo, dan dosen hukum perlindungan konsumen, Abustan.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menghentikan program plastik berbayar yang dijalankan toko-toko ritel modern terhitung mulai 1 Oktober 2016 hingga ‘diterbitkannya peraturan pemerintah yang berkekuatan hukum’. (Baca: Rentan Masalah Hukum, Aprindo Jelaskan Penghentian Kantong Plastik Berbayar).

YLKI sejak awal mendukung pengurangan sampah plastik demi kelestarian lingkungan hidup. Keharusan membayar kantong plastik 2000 per item merupakan bagian dari pengurangan penggunaan plastik saat berbelanja. YLKI setuju program plastik berbayar dihentikan untuk sementara. Sudaryatmo mengatakan  Surat Edaran (SE) saja tak cukup menopang kebijakan yang berdampak luas itu. Peritel perlu mendapat jaminan perlindungan hukum yang lebih kuat.

“Menurut YLKI kepastian hukum bagi retail di lapangan tidak cukup hanya dengan Surat Edaran saja untuk melaksanakan program ini, minimal ada Peratura Menteri dari Kemnterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ungkapnya ketika dihubungi hukumonline, Selasa, (04/10).

Abustan juga berpendapat penghentian sementara itu wajar. Selain payung hukum yang harus diperkuat, program itu juga harus ditopang prinsip transparansi. Menghentikan sementara adalah langkah bagus jika dilanjutkan dengan penyiapan payung hukum yang lebih kuas.

“Apabila diberlakukan kembali nantinya, harusnya dengan perubahan atau dengan konsep yang bagus yang mempunyai regulasi yang kuat yang memerhitungkan aspek konsumen supaya tidak merugikan konsumen,dan hasil dari program ini dikemanakan,” ungkap anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (2013-2016) itu.

Berkaitan dengan payung hukum yang ada selama ini, Sudaryatmo berpendapat SE tidak akan maksimal karena sifatnya tidak bisa memaksa. SE hanya bersifat panduan. Ia melanjutkan, YLKI bisa memahami retail menghentikan program ini karena ada masalah hukum yang terjadi. (Baca: Surat Edaran, ‘Kerikil’ dalam Perundang-Undangan).

Lebih lanjut, Sudaryatmo mengatakan, selain program plastik berbayar YLKI mengusulkan untuk jenis-jenis kantong plastik tertentu nantinya diberi cukai supaya pengurangan sampah plastik berkurang.
Tags:

Berita Terkait