Perlindungan Hak Asasi Manusia di ASEAN, Sudahkah Terpenuhi?
Kolom

Perlindungan Hak Asasi Manusia di ASEAN, Sudahkah Terpenuhi?

Perlu kerja sama setiap negara untuk menjamin pelaksanaan HAM di negaranya dan bersama-sama melakukan gerakan anti pelanggaran HAM.

Bacaan 8 Menit
Ryan Muthiara Wasti. Foto: Istimewa
Ryan Muthiara Wasti. Foto: Istimewa

Berbicara kemanusiaan sebenarnya tidak lain kita membicarakan tentang Hak Asasi Manusia (HAM). HAM sendiri bukan suatu hal yang baru, berabad-abad lalu sudah sangat sering dibicarakan oleh pemerhati atau pejuang HAM. Pembahasannya semakin gencar pasca perang dunia kedua yang akhirnya menjadi sebuah kesepakatan bersama yang dituangkan dalam PIAGAM Majelis Umum PBB yang dinamakan dengan UDHR (Universal Declaration on Human Right) pada tahun 1948.

Indonesia, sebagai salah satu anggota PBB juga turut mendukung pelaksanaan dari UDHR, terlihat dari disatukannya pengaturan mengenai HAM di dalam naskah perubahan UUD 1945 yaitu BAB X tentang HAM. Pengkhususan pengaturan HAM dalam satu bab tersebut bukan tidak ada maknanya, HAM adalah isu krusial yang menjadi fokus tanggungjawab Negara.

Bahkan, Mohammad Hatta menegaskan dalam bukunya berjudul “Demokrasi Kita” bahwa konstitusi Indonesia mempunyai kekhususan di mana supremasi terdapat pada rakyat sehingga kedaulatan rakyat ini harus diterjemahkan bukan sekadar pemberian kedaulatan yang sebesar-besarnya kepada setiap individu rakyat, namun juga harus dimaknai sebagai satu kesatuan sosial sehingga perlu adanya campur tangan negara untuk menjaga agar makna kedaulatan rakyat tidak disimpangi oleh oknum tertentu.

Baca juga:

Pandangan mengenai HAM memang berbeda di antara para pendiri negara. Soekarno dan Soepomo misalkan menolak dimasukkannya pengaturan HAM di dalam UUD karena menurut mereka HAM itu sesungguhnya sudah diakui dengan sendirinya sehingga tidak perlu dirumuskan dalam UUD. Apalagi UUD dibuat atas dasar ide mengenai kedaulatan rakyat, bukan kedaulatan individu sehingga dikhawatirkan rumusan HAM dapat mengubah makna dari kedaulatan rakyat sebagai kesatuan sosial. Sementara Mohammad Hatta dan Muhammad Yamin setuju dengan adanya rumusan HAM dalam UUD karena mereka berpandangan bahwa untuk mengimbangi unsur kolektivisme harus dimasukkan rumusan HAM yang melindungi unsur individualism.

Oleh karena itu, meskipun ide dasar perumusan HAM adalah untuk melindungi hak dasar dari individu, namun perlu adanya tanggung jawab negara untuk menjamin bahwa pelaksanaan HAM tersebut tidak mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM individu lain. Hal ini juga diatur di dalam UUD pada BAB XA Pasal 28J ayat (2) di mana setiap individu dalam melaksanakan haknya dibatasi oleh hak individu lain serta norma agama, ketertiban umum, kesopanan dan moral.

Selain sebagai sebuah negara, tanggung jawab terhadap perlindungan HAM juga didasarkan pada bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, agama menjadi dasar dari setiap perilaku individu maupun perilaku kebangsaan. Hal ini tentu menjadi sebuah nilai yang dapat berlaku jangka panjang dan dapat menjadi sebuah parameter yang baik dalam berkehidupan bernegara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait