Perlindungan Hukum bagi Dokter di Masa Pandemi Covid-19
Kolom

Perlindungan Hukum bagi Dokter di Masa Pandemi Covid-19

Ada tiga hal yang dapat dijadikan pedoman oleh Dokter dalam rangka meminimalisir risiko di masa pandemi Covid-19.

Bacaan 2 Menit

 

Sedangkan Pasal 51 huruf (a) UU Praktik Kedokteran menyatakan bahwa, “Dokter atau Dokter Gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.”

 

Pemenuhan Standar Profesi Kedokteran dalam melaksanakan tugasnya merupakan unsur yang mutlak bagi Dokter. Terkait dengan pelaksanaan standar, kaedah hukum meminta kemampuan rata-rata/average, tetapi kaedah etika meminta kemampuan tertinggi bagi Dokter dalam memenuhinya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan di dalam Pasal 2 Kode Etik Kedokteran Indonesia yang menyatakan bahwa, “Seorang Dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.”

 

Penjelasan dari ketentuan tersebut adalah, “Yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran mutakhir, yaitu yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai dengan tingkat/jenjang pelayanan kesehatan, serta kondisi dan situasi setempat.” Berdasarkan berbagai hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Dokter merupakan sebuah profesi yang menuntut penegakan disiplin yang tinggi bagi pengemban profesinya.

 

Pandemi Covid 19 merupakan “kawah candradimuka” bagi profesi Dokter untuk disiplin mematuhi standar dalam melaksanakan profesinya. Tentunya, upaya menegakkan disiplin profesi ini juga harus didukung oleh para pihak baik Pemerintah, Swasta, maupun Masyarakat. Wujud dukungan ini misalnya adalah menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai bagi Dokter, termasuk juga dengan mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif.

 

Dalam mengemban profesinya, Dokter harus mempertimbangkan sarana upaya yang sebanding atau proporsional dengan tujuan konkret tindakan atau perbuatan medis tersebut. Artinya, dalam melaksanakan tindakan medis kepada pasien, dituntut upaya maksimal dari Dokter sesuai dengan standar keilmuan dan pengalaman dalam bidang medis.

 

Hubungan antara pasien dan Dokter mayoritas bersifat inspanningsverbintennis dan bukan merupakan resultaatsverbintennis. Inspanningsverbintennis mengandung makna sebagai perikatan yang prestasinya berupa upaya maksimal. Sedangkan resultaatsverbintennis merupakan perikatan yang prestasinya berupa hasil. Masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa hubungan antara dokter dan pasien sifatnya adalah resultaatsverbintennis. Artinya, pasien yang dalam kondisi sakit datang ke dokter dan hasilnya adalah kesembuhan sehingga tuntutan agar dokter menyembuhkan penyakitnya secara tuntas merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh dokter.

 

Pandangan seperti ini harus diluruskan. Mayoritas hubungan antara pasien dengan dokter sifatnya adalah inspanningsverbintennis. Artinya, dalam hubungan ini yang dititikberatkan adalah upaya maksimal dari dokter berdasarkan standar keilmuan dan pengalaman dalam bidang medis. Terkait dengan pandemi Covid-19, seorang dokter tidak dapat memberikan garansi atas keberhasilan tindakan medisnya pada saat menangani pasien. Sepanjang Dokter telah berupaya maksimal sesuai dengan ukuran medis (ilmu pengetahuan dan pengalamman dalam bidang medis), maka tindakan medisnya tidak dapat dipersalahkan. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor yang berpotensi menyebabkan kegagalan dalam tindakan medis, di antaranya adalah risiko medis, kecelakaan medis, dan contributory of negligence dari pasien.

Tags:

Berita Terkait