Perlu Jalan Tengah Perbaiki Sistem Pemilu Proporsional
Terbaru

Perlu Jalan Tengah Perbaiki Sistem Pemilu Proporsional

Memadupadankan kelebihan masing-masing sistem proporsional terbuka dan tertutup.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Juga mengantisipasi masuknya paham demokrasi liberal dan individualisme yang dapat merusak paham demokrasi kita yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.

Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah berpendapat, penerapan sistem proporsional terbuka dalam praktik penyelenggaraan pemilu sejak 2004  telah tepat. Dia pun mengaku tak sependapat dengan adanya upaya mengembalikan ke sistem proporsional tertutup. Menurutnya, sistem demokrasi  langsung memilih orang sudah tepat.

“Itu auratnya demokrasi. Aurat itu harus dijaga, jangan malah yang tidak penting ditutup,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Pria yang kini menjadi politisi Partai Gelora itu menilai, bila pemilu 2024 menerapkan sistem proporsional tertutup, dampaknya akuntabilitas politik bakal rusak. Menurutnya, transaksi politik antara rakyat dan pemimpin mesti dilakukan secara langsung, bukan malah melalui perantara partai politik.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago berpandangan terhadap sistem proporsional terbuka dan tertutup memiliki kelebihan dan kekurangan. Seperti halnya kelemahan sistem proporsional tertutup. Pertama, sistem proporsional tertutup mengurangi interaksi dan intensitas kader partai dengan pemilih.

Menurutnya, calon anggota legilatif (Caleg) terpilih bakal jarang terjun ke daerah pemilihan (dapil) untuk bersosialisasi, menyapa dan menyalami masyarakat secara langsung. Soalnya, caleg terpilih bertanggung jawab langsung kepada partai, bukan konstituen. Makanya sistem proporsional tertutup, sumber kekuasaan berada didaulat elit partai politik, bukan rakyat.

Kedua, proporsional tertutup acapkali membuat caleh enggan berjibaku dalam mengkampanyekan dirinya dan partai. Lagi-lagi penyebabnya, kecenderungan cara pandang yang bakal terpilih caleg prioritas dengan nomor urut satu. Sebaliknya, bukan berbasis suara terbanyak.  ”Itu artinya menurunkan persaingan antar kader internal caleg,” lanjutnya.

Tags:

Berita Terkait