Perlu Kajian Mendalam Bila BI Ingin Terbitkan Mata Uang Digital
Terbaru

Perlu Kajian Mendalam Bila BI Ingin Terbitkan Mata Uang Digital

Agar bisa diketahui manfaat dan risikonya. Penting juga memperhatikan aspek legalitasnya karena UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang hanya mengatur mata uang yang berbentuk rupiah dan UU BI serta aturan di bawahnya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Bank Indonesia. Foto: Dokumen Hol
Bank Indonesia. Foto: Dokumen Hol

Rencana Bank Indonesia (BI) yang akan menerbitkan mata uang digital menuai polemik di masyarakat. Rencana ini mendapat sorotan dari kalangan DPR karena kebijakan menerbitkan mata uang digital membutuhkan kajian mendalam, antara lain lain memetakan berbagai risiko dengan penggunaan mata uang digital.

Anggota Komisi XI DPR Puteri Anettta Komarudin mengatakan rencana BI membuat mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) perlu dilakukan secara hati-hati. Pasalnya, CBDC yang diterbitkan nantinya menjadi representasi dari simbol kedaulatan negara yang dikendalikan oleh bank sentral yang menjadi bagian dari kewajiban moneternya. Karena itu, rencana pengembangan dan penerbitan mata uang digital memerlukan kajian mendalam. Pihak BI dan para pemangku kepentingan duduk bersama melakukan riset dan kajian terlebih dahulu.

Puteri mengakui dunia digitalisasi tak dapat terhindarkan di tengah arus disrupsi teknologi yang tak terbendung. Seolah menjadi keharusan setiap negara merespon berbagai perubahan dunia digital guna menjawab tantangan perkembangan zaman. “Proses studinya harus dilakukan secara akurat, teliti, ilmiah, dan hati-hati agar kita mendapat gambaran urgensinya,” ujar Puteri dalam keterangannya yang diterima wartawan di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (1/6/2021). (Baca Juga: Menanti Aturan Main Mata Uang Virtual)

Meski belum menggelar rapat bersama BI membahas rencana mata uang digitak ini, Putri mengingatkan agar terlebih dahulu melakukan kajian mendalam dengan memperhatikan kesiapan secara nasional agar bisa diketahui manfaat dan risikonya. Sebab, hal ini nantinya berdampak terhadap rencana bangunan dan infrastruktur teknologi serta mitigasi risiko penerbitan mata uang digital ini.

Politisi Partai Golkar itu menyarankan BI melakukan benchmarking dengan bank sentral lain yang telah lebih dulu mendalami CBDC. Seperti Tiongkok, Uni Eropa, Inggris dan Jepang. Dalam merumuskan mata uang digital juga harus memperhatikan aspek legalitasnya. Sebab UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang hanya mengatur mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Rupiah.Termasuk menyisir ketentuan pelaksana yang perlu dicabut atau direvisi.

“Langkah itu perlu dilakukan agar nantinya penerbitan mata uang digital memiliki dasar hukum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk membangun ekosistem digital secara menyeluruh.”

Selain itu, kata Puteri, BI harus membangun komunikasi dengan para pemangku kepentingan dan instansi terkait. Seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Termasuk mendengar kritik dan masukan dari berbagia elemen masyarakat. Penting meminta masukan masyarakat lantaran nantinya sebagai pengguna dari mata uang digital.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait