Perlu Memperkuat Aturan Obstruction of Justice dalam RKUHP
Terbaru

Perlu Memperkuat Aturan Obstruction of Justice dalam RKUHP

Termasuk pengaturan soal rekayasa kasus dan menghilangkan barang bukti.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Dalam proses penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J memang terus berkembang. Selain terdapat Bharada RE, Brigadir RR, dan KM, juga terdapat Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai orang yang menyuruh melakukan pidana. Selain itu, terdapat 56 personil Polri yang diperiksa secara etik. 31 personil diantaranya diduga kuat melanggar kode etik dan 11 personil telah dilakukan penempatan khusus di Mako Brimob Polri, Kelapa Dua Depok, Jawa Barat.

Terpisah, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Suparji Ahmad berpendapat penguatan pengaturan norma obstruction of justice menjadi keharusan dalam RKUHP agar terdapat kepastian, kejelasan dan ketegasan dalam penerapan pasal obstruction of justice.

Di lain sisi, perlu diatur pula soal aturan larangan merekayasa kasus dan barang bukti agar mencerminkan kepastian agar tidak menimbulkan interpretasi atau pasal karet. Menurutnya, penerapan pasal-pasal karet oleh penegak hukum menjadi fenomena tersendiri di masyarakat. “Sebab regulasi itu kan seharusnya untuk mengatasi masalah-masalah sosiologis yang ada di masyarakat,” katanya.

Masalah sosiologis dimaksud seperti rekayasa kasus dan alat bukti yang malah berdampak terhadap terhambatnya proses penyidikan sebuah perkara. Baginya, persoalan tersebut perlu diatasi dengan membuat norma soal rekayasa kasus dan alat bukti dalam RKUHP. Kendati berpotensi menimbulkan pro dan kontra terkait dengan penerapan unsur-unsurnya, namun perlu diatur secara tegas.

Menurutnya, obstruction of justice seperti ketika proses penyidikan dihalang-halangi atau dirintangi harus jelas unsur-unsur pengaturannya. Seperti apakah dirintangi atau dihalang-halangi secara fisik maupun non fisik. Seperti penyidikan kasus tewasnya Brigadir J mengalami hambatan di lapangan dikarenakan adanya unsur obstruction of justice berkaitan dengan aktor intelektual, siapa pelaksana di lapangan, persoalan menghilangkan barang bukti.

“Tanpa barang bukti, penegakan hukum menjadi terhambat. Jadi ini menjadi salah satu pembelajaran yang baik mumpung belum terlambat di RKUHP ini (pengaturan rekayasa kasus dan alat bukti, red) belum disusun,” katanya.

Sebelumnya, Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra berharap langkah Polri tak boleh terhenti pada penetapan tersangka terhadap Ferdy Sambo. Timsus mesti menelusuri lebih jauh perihal siapa saja yang terlibat dalam perbuatan penyertaan yang pintu masuknya bermula dari kegiatan penyelidikan olah TKP di kediaman dinas Kadiv Propam Duren Tiga Jakarta Selatan. “Ini harus disisir secara teliti dan diawali siapa saja yang ditugaskan untuk mengolah TKP dan siapa pemberi perintah tugas?”

Tags:

Berita Terkait