Perlu Penyempurnaan Sejumlah Poin dalam RUU Hukum Acara Perdata
Utama

Perlu Penyempurnaan Sejumlah Poin dalam RUU Hukum Acara Perdata

Seperti kepastian batasan waktu penyitaan, jangka waktu upaya hukum, sistem peradilan elektronik, hingga prosedur gugatan class action.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua MPR Arsul Sani saat memberi sambutan dalam diskusi daring bertajuk 'Mendorong Reformasi Hukum Acara Perdata yang Berdimensi Kemudahan, Kekinian, dan Inklusif' yang digelar ILUNI FHUI, Kamis (16/6/2022). Foto: RFQ
Wakil Ketua MPR Arsul Sani saat memberi sambutan dalam diskusi daring bertajuk 'Mendorong Reformasi Hukum Acara Perdata yang Berdimensi Kemudahan, Kekinian, dan Inklusif' yang digelar ILUNI FHUI, Kamis (16/6/2022). Foto: RFQ

Diskursus pembaharuan hukum acara perdata peninggalan kolonial Belanda terus mengemuka di kalangan akademisi dan praktisi. Situasi itu berkelindan dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata yang sudah masuk dalam tahap penyerapan aspirasi para pemangku kepentingan di Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR. Kendati banyak materi yang dituangkan dalam RUU itu, tapi ada tiga poin yang menjadi perhatian agar dapat disempurnakan perumusannya.

“Kalau kita lihat apa yang perlu ada di RUU Hukum Acara Perdata ini? Menurut hemat saya, kalau saya baca RUU ini ada beberapa hal yang perlu kita cermati dan sempurnakan,” ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Arsul Sani dalam sambutannya dalam diskusi daring bertajuk “Mendorong Reformasi Hukum Acara Perdata yang berdimensi Kemudahan, Kekinian, dan Inklusif”yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI), Kamis (16/6/2022).

Arsul merinci sejumlah poin yang perlu dicermati tersebut. Pertama, terkait kepastian batasan waktu penyitaan. Menurutnya, perlu ada penyempurnaan pengaturan batasan waktu penyitaan dalam draf RUU Hukum Acara Perdata. Kedua, jangka upaya hukum. Seperti banding, kasasi, dan peninjauan kembali perlu adanya batasan waktu upaya hukum yang diajukan pemohon di masing-masing tingkatan.

Ketiga, kepastian pengiriman salinan putusan bagi para pihak; reformulasi keikutsertaan pihak ketiga dalam gugatan; dan reformulasi pemeriksaan acara secara singkat; serta reformulasi putusan. Keempat, soal prosedur gugatan class action atau gugatan kelompok.     

Baca Juga:

Menurutnya, masih terdapat banyak yang belum diakomodir. Seperti pendaftaran elektronik, persidangan elektronik, hingga pemanggilan secara elektronik, padahal hal tersebut telah diatur dalam Perma Pengadilan Elektronik.“Ini akan menimbulkan pertanyaan dalam pembahasan,” ujarnya.

Arsul yang juga tercatat dalam daftar anggota Panja RUU Hukum Acara Perdata melanjutkan penyusunan RUU tersebut apakah menganut kodifikasi terbuka atau sebaliknya tertutup? Baginya, bila kodifikasi terbuka, membuka peluang adanya pengaturan hukum acara perdata di UU lain. “Bahkan boleh membuka seluas-luasnya terhadap lembaga peradilan menciptakan hukum acara. Tapi itu pun perlu kehati-hatian memilah mana yang menjadi materi diatur dalam UU atau Perma.”

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait