Perlu Unsur Pemaksa Terkait Penerapan Pembayaran Restitusi
Terbaru

Perlu Unsur Pemaksa Terkait Penerapan Pembayaran Restitusi

Seperti ancaman pencabutan hak-hak narapidana ketika pelaku enggan membayar restitusi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Baca:

  • Menanti Terbitnya Perma Restitusi dan Kompensasi bagi Korban Tindak Pidana

Padahal dalam KUHAP, hukuman percobaan hanya memungkinkan terhadap pelaku yang ancaman hukumannya 1 tahun. Sementara kasus korupsi ancamannya di atas 1 tahun. Tapi SEMA 4/2011 membuat terobosan bagi justice collaborator hukuman percobaan bersyarat khusus.

“Maksud saya, kenapa gak SEMA ini buat terobosan lagi untuk membuat rekomendasi untuk dimungkinkan pencabutan hak narapidana yang tidak mau bayar restitusi. Kalau itu terjadi, sukses restitusi,” kata mantan Kepala Operasional Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu.

Sementara Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan berbagai ketentuan hukum materil tentang restitusi bagi korban di berbagai peraturan belum secara tuntas diatur dalam sistem pemidanaan. Tak hanya itu, tak ada penjelasan gamblang soal restitusi masuk dalam pidana pokok atau tambahan. Sebab, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak mengatur hukuman soal restitusi.

Selama ini Pasal 7 ayat (1) UU 13/2006 sudah mengatur mekanisme prosedur pengajuan restitusi dengan melibatkan LPSK yang dimohonkan korban tindak pidana. Namun praktiknya, korban harus menempuh prosedur yang cukup panjang. Masalah lain, tidak jelasnya pengaturan pihak atau lembaga yang berwenang mengeksekusi pelaksanaan restitusi.

Dalam UU 13/2006, LPSK hanya berwenang memberi perlindungan dan hak-hak saksi dan korban. Tak ada satupun kewenangan LPSK melaksanakan putusan pengadilan tentang restitusi yang diajukan korban tindak pidana. Demikian pula PP 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban pun tidak mengatur tegas kewenangan LPSK dalam melaksanakan putusan pengadilan terkait restitusi.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu menilai tidak ada prosedur dan mekanisme tunggal dalam pemberian restitusi oleh lembaga yang diberikan wewenang negara kepada korban tindak pidana atau keluarganya. Meskipun restitusi umumnya diajukan melalui LPSK. Tapi, UU 21/2007 malah membuka peluang pengajuan restitusi tanpa melalui LPSK.

Tags:

Berita Terkait