Perluasan Delik Kesusilaan di RKUHP Pun ‘Gantung’ di Parlemen
Fokus

Perluasan Delik Kesusilaan di RKUHP Pun ‘Gantung’ di Parlemen

Ada harapan agar pasal-pasal delik kesusilaan dalam RKUHP sejalan dengan Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Selain itu, definisi dan elemen/unsur pasal tindak pidana pemerkosaan dalam RKUHP harus diperjelas ruang lingkupnya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

(Baca juga: Rumusan Pasal “Kumpul Kebo” Harus Diperjelas)

 

Secara garis besar, Bab Pasal Tindak Pidana Kesusilaan dalam draf RKUHP berisi 37 pasal. Namun belakangan menjadi sorotan masyarakat terkait perluasan pasal zina, perkosaan, pencabulan sesama jenis terutama setelah terbitnya putusan MK.

 

Dia mengungkapkan tindak pidana yang di-pending menyangkut zina yang dilakukan di luar ikatan perkawinan dan hubungan (pencabulan) yang dilakukan sesama jenis tanpa melihat batasan usia. Apakah bakal diteruskan dengan memperluas delik kesusilaan atau sebaliknya bergantung pembahasan selanjutnya dengan Panja RKUHP.

 

“Ada sekelompok masyarakat yang masih ingin menjaga nilai-nilai (moral, agama, red) yang hidup di masyarakat. Mereka minta tindak pidana ini bisa dikuatkan (diperluas) lewat pengaturan RKUHP itu. Nah, kami kemudian berpikiran apakah ini dijadikan delik aduan saja, bukan delik biasa. Tapi ini masih pending issue,” ujarnya.

 

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu melanjutkan bila dijadikan delik aduan, maka mesti ada pihak yang dirugikan atas tindak pidana asusila, khususnya zina. Misalnya, pihak yang dirugikan adalah masyarakat. Namun, mencegah terjadinya persekusi di tengah masyarakat, perumusan norma ini harus dilakukan secara hati-hati dan cermat.

 

(Baca Juga: MK Tegaskan Tak Bisa Kriminalisasi Delik Kesusilaan)

 

Persoalan ini menyangkut hak-hak perempuan yang harus dilindungi. Karena itu, masukan dari Komisi Nasional Perempuan menjadi penting untuk diakomodir. “Jangan sampai korban menjadi korban lagi. Perempuan sebagai pihak yang sangat dilemahkan dalam perzinahan. Ini masih pending, dan akan dibawa ke tingkat rapat kerja,” kata dia.

 

Sesuai nilai dan kebutuhan masyarakat

Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Ade Adhari berharap agar pasal-pasal delik kesusilaan dalam RKUHP sejalan dengan Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Karena itu, pembahasan pasal ini tidak perlu lagi digantungkan dengan putusan No.46/PUU-XIV/2016 yang bersifat final dan mengikat karena MK sudah menyerahkan kewenangan perumusan tindak pidana baru ke pembentuk UU. 

 

“Jalan yang mesti ditempuh realistis dengan memasukan kebutuhan hukum masyarakat (Indonesia) terkait pasal zina, pemerkosaan dan perbuatan cabul dalam RKUHP. DPR dan pemerintah sudah mentargetkan pembahasan RKUHP rampung pada Maret 2018. Karena itu, pembaharuan hukum pidana nasional mesti sesuai dengan nilai-nilai sosio-filosofis, sosio-kultural dan sosio-politik bangsa Indonesia,” ujarnya saat dihubungi Hukumonline.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait