Perlukah Indonesia Memperjuangkan Kepentingan atas Orbit Geostasioner?
Kolom

Perlukah Indonesia Memperjuangkan Kepentingan atas Orbit Geostasioner?

Perjuangan Indonesia melalui forum UNCOPUOS layak terus didukung, terutama pada masa transformasi di mana LAPAN kini terserap dalam BRIN.

Meskipun magna carta hukum antariksa berkata demikian, baik perjuangan maupun pembahasan terhadap pemberian hak spesial kepada negara-negara khatulistiwa akan pemanfaatan GSO masih tetap dibahas dalam forum subkomite hukum maupun teknis dan scientific United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS) hingga kini. Sejak tahun 1996 setidaknya sudah ada beberapa negara termasuk Indonesia yang mengajukan pembahasan GSO pada forum UNCOPUOS. Meskipun pada tahun 2002 Pemerintah Indonesia telah meratifikasi the Outer Space Treaty 1967 melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2002, hal ini tidak menyurutkan upaya dalam memperjuangkan perihal GSO.

Tiga tahun setelah meratifikasi, Pemerintah Indonesia kembali menyampaikan gagasannya terhadap penggunaan GSO dalam UNCOPUOS Technical and Scientific Subcommittee. Hal-hal terkait pencegahan penggunaan GSO dari aktivitas bersifat tidak damai, perlindungan terhadap satelit milik Indonesia dari segala bentuk ancaman dan serangan dari pihak ketiga, serta jaminan terhadap penggunaan jangka panjang (long-term use) di GSO disampaikan dan oleh serta menjadi perhatian delegasi Indonesia.

Pada tahun 2016 Pemerintah Indonesia kembali menyampaikan gagasan dalam forum yang sama dengan menyatakan bahwasannya rezim penggunaan dan pemanfaatan GSO saat ini lebih memberikan keuntungan kepada negara maju dibanding negara berkembang. Hal ini didasari dengan fakta selama ini bahwasannya pemanfaatan GSO dilakukan berdasarkan prinsip “first come, first served”; sehingga tidak dapat dipungkiri spacefaring nations atau negara-negara yang memiliki kemampuan lebih dalam teknologi dan kegiatan keantariksaan tampil sebagai pihak yang diuntungkan. Maka dari itu, sejak Deklarasi Bogota 1976 hingga UNCOPUOS Legal Subcommittee 2021 Pemerintah Indonesia tetap konsisten memperjuangkan pemanfaatan GSO sebagaimana pro-kepentingan negara berkembang.

Ratifikasi the Outer Space Treaty 1967 berarti mengakui bahwasannya antariksa, termasuk GSO, merupakan province of all mankind. Namun, mengingat status GSO sebagai sumber daya alam terbatas sesuai ketentuan Pasal 44 Konstitusi International Telecommunication Union (ITU) maka seyogianya penggunaan dan pemanfaatan GSO harus menjunjung prinsip keadilan. Wilayah abu-abu antara tujuan the Outer Space Treaty 1967 dengan ketentuan Pasal 44 Konstitusi ITU ialah pasal tersebut hanya menyatakan GSO harus digunakan secara rasional, efisien, dan ekonomis. Dengan kata lain, status quo berarti kepentingan negara berkembang akan akses GSO tidak terjamin.

Sebagai province of all mankind, pemanfaatan GSO seharusnya tidak hanya didominasi oleh spacefaring nations tetapi juga memberikan akses bagi negara berkembang yang mampu menguasai teknologi. Minimnya kapasitas teknologi yang mumpuni serta dana negara berkembang dalam melakukan eksplorasi antariksa menjadi justifikasi dominasi GSO oleh spacefaring nations.

Prinsip special and differential treatment dapat dijadikan pendekatan baru sehubungan pemanfaatan GSO. Prinsip sebagaimana telah diimplementasikan dalam World Trade Organization (WTO) bertujuan memberikan sejumlah hak khusus kepada negara berkembang sehingga mendorong negara maju memperlakukan negara berkembang lebih baik. Negara berkembang memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda dibanding negara maju, maka WTO berupaya mengakomodasi dengan memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi negara berkembang.

Prinsip special and differential treatment menghadirkan kewajiban bagi negara anggota WTO untuk melindungi kepentingan negara berkembang; menerapkan kebijakan dan komitmen lebih fleksibel seperti larangan penerapan timbal balik mengacu negosiasi perdagangan yang dilakukan dengan negara berkembang; serta memberikan bantuan teknis kepada negara berkembang oleh negara maju dalam mencapai tujuan WTO.

Tags:

Berita Terkait