Perlunya Harmonisasi Pengaturan The Right To Be Forgotten
Utama

Perlunya Harmonisasi Pengaturan The Right To Be Forgotten

Karena antara UU ITE dan UU Pelindungan Data Pribadi mengatur mekanisme penghapusan data secara berbeda.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Diskusi daring bertema Merumuskan Ulang The Right To Be Forgotten: Sinkronisasi UU PDP dan UU ITE, Senin (27/02/2023). Foto: Ady
Diskusi daring bertema Merumuskan Ulang The Right To Be Forgotten: Sinkronisasi UU PDP dan UU ITE, Senin (27/02/2023). Foto: Ady

Kepastian hukum terhadap perlindungan data pribadi di Indonesia semakin baik sejak terbitnya UU No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Kalangan masyarakat sipil mencatat ketentuan yang ada dalam beleid itu perlu disesuaikan atau diharmonisasi dengan aturan lainnya.

Peneliti Elsam Parasurama Pamungkas, menyoroti soal hak untuk dilupakan atau the right to be forgotten yang diatur dalam UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) agar diharmonisasi dengan UU 27/2022. Menurutnya UU 19/2016 mengatur hak untuk dilupakan atau the right to be forgotten.

Pasal 26 menyebutkan, “Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan”. Rumusan norma itu hanya ditujukan untuk penghapusan informasi dan dokumen elektronik, kemudian batasannya juga tidak jelas karena hanya menyebut ‘yang tidak relevan’.

Sementara UU 27/2022 mengatur hak untuk dilupakan.  Pasal 8 menyebutkan, “Subjek Data Pribadi berhak untuk mengakhiri pemrosesan, menghapus, dan/ atau memusnahkan Data Pribadi tentang dirinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Sementara Pasal 43 mengatur penghapusan data dalam empat hal. 

Pasal 43 menyebutkan, “Pengendali Data Pribadi wajib menghapus Data Pribadi dalam hal: a. Data Pribadi tidak lagi diperlukan untuk pencapaian tujuan pemrosesan Data Pribadi; b. Subjek Data Pribadi telah melakukan penarikan kembali persetujuan pemrosesan Data Pribadi; c. terdapat permintaan dari Subjek Data Pribadi; atau d. Data Pribadi diperoleh dan/ atau diproses dengan cara melawan hukum”.

Bagi Pasurama, norma Pasal 8 UU 27/2022 terlampau umum  merumuskan hak atas penghapusan data pribadi. Padahal syarat dan prosedur pengajuan penghapusan haruslah rinci. “Paling penting itu pembatasannya karena akan ada kontestasi antara satu hak dengan hak lainnya,” katanya dalam diskusi bertema ‘Merumuskan Ulang The Right To Be Forgotten: Sinkronisasi UU PDP dan UU ITE’, Senin (27/02/2023).

Baca juga:

Tags:

Berita Terkait