Undang-undang Cipta Kerja mengatur persoalan produk halal. Sebelum dimasukkan ke dalam undang-undang tersebut, persoalan halal diatur dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Namun, pasal 4A UU Cipta Kerja yang mengatur tentang halal dinilai berpotensi melanggar perlindungan konsumen, terutama UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam Pasal 4A UU Ciptaker terdapat dua ayat yang pada dasarnya mengatur tentang sertifikasi halal untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Dalam pasal itu disebutkan jika kewajiban sertifikat halal bisa didasarkan pada pernyataan pelaku usaha mikro dan kecil, atau self declaration.
Pasal 4A:
|
Menurut Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, self declaration sangat berisiko melanggar hak-hak konsumen. Tulus sepakat jika pemerintah berupaya memberikan kemudahan bagi UMKM, tetapi dengan pernyataan halal yang didasarkan pada pernyataaan diri sendiri akan menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. (Baca Juga: UU Cipta Kerja Dinilai Bisa Perkuat Produksi Pangan Domestik)
“Walaupun pernyataan itu berdasarkan standar halal yang ditetapkan BPJPH, tetapi bagaimana pengawasannya dan ini salah satu pasal krusial,” kata Tulus dalam sebuah diskusi daring, Rabu (21/10).
Untuk itu, Tulus meminta semua pihak untuk mengawal perumusan peraturan turunan. Karena menurutnya pasal tersebut harus memiliki aturan turunan yang kuat, disertai dengan pasal yang kuat pula.
“Maksudnya memberikan kemudahan bagi pelaku usaha UMKM setuju, ada pembinaan setuju tetapi bagaimana dengan pembinaan aspek perlindungan konsumen dengan segala plus minus yang dimiliki oleh sektor UKM. Kebijakan halal urgent untuk melindungi konsumen di era digitalisasi ekonomi,” imbuhnya. (Baca: Sanksi Administrasi Pajak di UU Cipta Kerja Disesuaikan dengan Tingkat Suku Bunga)