Perlunya Membentuk Aturan Pencegahan Kekerasan Terhadap Jurnalis Perempuan
Utama

Perlunya Membentuk Aturan Pencegahan Kekerasan Terhadap Jurnalis Perempuan

Pemerintah dan DPR perlu menyediakan sistem proteksi komprehensif yang responsif terhadap semua kerentanan pembela HAM dalam bentuk peraturan perundang-undangan, termasuk bagi jurnalis perempuan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu -kiri-.  Foto: RES
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu -kiri-. Foto: RES

Memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2023 Komnas Perempuan mendorong dibentuknya mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap jurnalis perempuan dan pelindungan kebebasan pers. Mengacu data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menunjukkan ada 51 kasus kekerasan terhadap pers sepanjang 2022. Sedangkan jumlah korban kekerasan terkait kerja jurnalistik mencapai 113 korban.

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mencatat jurnalis rentan mengalami kekerasan dan ancaman, termasuk jurnalis perempuan yang rentan diskriminasi dan risiko ganda. Dia mencatat sejumlah pasal dalam UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berpotensi mengancam kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat dan berekspresi, serta kriminalisasi terhadap jurnalis. Hal itu bertentangan dengan pengaturan dalam UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Komnas Perempuan karenanya memandang penting adanya mekanisme perlindungan bagi jurnalis termasuk jurnalis perempuan sebagai pembela HAM yang dibangun secara bersama dan strategis,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (10/02/2023).

Baca juga:

Komnas Perempuan mencatat sedikitnya 4 kasus kekerasan menimpa jurnalis perempuan yang dilaporkan ke Komnas Perempuan tahun 2022 berupa kekerasan seksual dan fisik. Periode 2021 Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) menemukan data dari 1.256 jurnalis perempuan yang disurvei terdapat 85,7 persen mengalami berbagai bentuk kekerasan dan 14,3 persen tidak pernah mengalami kekerasan.

Selain kekerasan fisik, psikis dan seksual, Andy menjelaskan jurnalis perempuan juga mengalami kekerasan berbasis siber. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dalam laporan tahun 2022 menyebut sekurangnya 3 kasus pelecehan seksual dari 61 kasus yang menyerang 97 jurnalis dan 14 organisasi media. Selain itu, jurnalis perempuan juga masih menghadapi diskriminasi berbasis gender untuk promosi, posisi maupun imbal apresiasi.

Jurnalis perempuan juga kerap dianggap tidak mampu melakukan tugas tertentu atau diragukan kapabilitasnya. Termasuk sulit mendapat cuti haid dan melahirkan di mana hal-hal ini bertentangan dengan ratifikasi Konvensi ILO 111 tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan.

Tags:

Berita Terkait