Permintaan Arief Mundur Demi Jaga Marwah MK
Berita

Permintaan Arief Mundur Demi Jaga Marwah MK

Membiarkannya tetap bertahan di kursi hakim konstitusi, sama halnya membiarkan keruntuhan lembaga MK dengan sendirinya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ketua MK, Arief Hidayat. Foto: RES
Ketua MK, Arief Hidayat. Foto: RES

Desakan mundur terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat lantaran dua kali terbukti melanggar etik nampaknya terus digaungkan berbagai kalangan. Tak hanya dari kalangan aktivis masyarakat sipil, tetapi juga kalangan akademisi dan mantan pimpinan Komisi Yudisial (KY).

 

Mantan Ketua KY yang juga Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai dua kali sanksi yang diterima Arief telah menodai lembaga konstitusi dan demokrasi. Sanksi etik kedua yang diterima Arief menambah daftar hitam bagi lembaga pengawal konstitusi itu yang sebelumnya dialami Akil Mochtar dan Patrialis Akbar yang terlibat kasus korupsi (suap) terkait penanganan perkara di MK.

 

“Sangat ironis tragis. Makin melengkapi sejumlah pejabat tinggi bertopeng negarawan, penegak hukum berkarakter budak dan politisi koruptor demokrasi,” kritiknya.

 

Dia menyarankan agar Arief mengambil keputusan mengundurkan diri atas dasar desakan pertimbangan moral dan kekuatan masyarakat sipil. Baginya, hak moral konstitusional Arief dan koleganya di MK telah hilang. Semestinya, kata Busyro, tiga kali insiden moral di MK menjadi pelajaran atau catatan penting bagi presiden, parlemen, dan Mahkamah Agung (MA) saat melakukan proses pemilihan hakim MK ke depannya.

 

“Pak Arief, dengar dan perhitungkan desakan moral kekuatan masyarakat sipil agar Anda segera mundur sebagai hakm MK,” ujar Ketua PP Muhammadiyah itu.

 

Mantan Ketua KY Suparman Marzuki menilai kali kedua Arief terkena sanksi etik menjadi parameter penilaian masyarakat terkait integritas dan kredibilitas hakim MK. Suparman mencatat beberapa pelanggaran yang dilakukan Arief. Pertama, pelanggaran terhadap Pasal 24C ayat (5) UUD Tahun 1945 yakni keharusan memenuhi syarat integritas dan tidak tercela, Pasal 15 huruf a jo Pasal 21 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Sumpah dan Janji Ketua MK, dan UU No. 1 Tahun 2013.

 

Kedua, melanggar Peraturan MK No. 02/PMK/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim MK yakni Pasal 2 ayat (1) dan (2), Pasal 3 ayat (1) huruf (d), dan ayat (3) huruf (b). Seorang hakim konstitusi mesti memahami dan mematuhi semua aturan etik yang dibuat MK. Dengan begitu, marwah lembaga dan hakim konstitusi tetap terjaga.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait