Permintaan Arief Mundur Demi Jaga Marwah MK
Berita

Permintaan Arief Mundur Demi Jaga Marwah MK

Membiarkannya tetap bertahan di kursi hakim konstitusi, sama halnya membiarkan keruntuhan lembaga MK dengan sendirinya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 2

Hakim Konstitusi:

(1). Menjunjung tinggi dan mematuhi sumpah jabatan yang telah diucapkan, serta melaksanakan tugas dengan jujur dan adil, penuh pengabdian dan penuh rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, masyarakat, bangsa, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.

(2). Menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan menjaga wibawa selaku negarawan pengawal konstitusi, yang bebas dari pengaruh manapun (independen), arif dan bijaksana, serta tidak memihak (imparsial) dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Pasal 3

(1) Dalam Penyelesaian Perkara, Hakim Konstitusi:

d. Menjaga jarak untuk tidak berhubungan langsung ataupun tidak langsung, baik dengan pihak yang berperkara maupun dengan pihak lain dan tidak mengadakan kolusi dengan siapapun yang berkaitan atau dapat diduga berkaitan dengan perkara yang akan atau sedang ditangani, sehingga dapat mempengaruhi obyektivitas atau citra mengenai obyektivitas putusan yang akan dijatuhkan;

(3) Terhadap Masyarakat, Hakim Konstitusi:

a.Berperilaku sederhana, rendah hati, serta menghormati dan menghargai orang lain. b.Berupaya menjadi contoh teladan dalam kepatuhan kepada hukum dan norma-norma lainnya.

 

Baca juga:

· Dugaan Lobi-Lobi di Balik Perpanjangan Jabatan Arief Hidayat

· Diduga Lobi DPR, Dewan Etik Segera Periksa Arief Hidayat

· Dinilai Ciderai Marwah MK, Arief Hidayat Kembali Diminta Mundur

· Kali Kedua, Ketua MK Dijatuhi Sanksi Etik

· Gara-Gara ‘Memo Sakti’, Ketua MK Dijatuhi Sanksi Etik

 

Ketiga, melanggar The Bangalore Principles yang telah diadopsi oleh Peraturan MK No. 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu menilai Arief yang menghadiri pertemuan dengan sejumlah anggota Komisi III jelang uji kelayakan dan kepatutan calon hakim MK, independensinya patut dipertanyakan. Khususnya dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang menjadikan DPR sebagai pihak dalam pengujian UU rentan diintervensi kalangan di parlemen.

 

Namun, DPR sebagai lembaga yang menguji saat menyetujui perpanjangan masa jabatan Arief sebagai hakim konstitusi periode kedua pada akhirnya menghormati keputusan penjatuhan sanksi oleh Dewan Etik MK dengan segala akibatnya. Hal itu ditegaskan anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu.

 

“Ya kita hormati dalam konteks mekanisme pengawasan di MK. Kalau kemarin kan katanya ketemu anggota Komisi III DPR dan diberikan sanksi gara-gara itu,” ujar Masinton singkat kepada Hukumonline, Selasa (30/1/2018).

 

Bukan pelanggaran ringan

Ketua Pusat Studi Hukum dan HAM Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga Surabaya, Herlambang P Wiratman menuturkan sanksi etik kedua kali yan dialami Arief menjadi masyarakat sulit untuk memberi kepercayaan kepada MK. Sebab, pelanggaran etik memberi memo katabelece yang sarat nepotisme dan dugaan janji politik atas perkara pengujian UU MD3 di MK, bukti bahwa pelanggaran itu sebenarnya tidak ringan.   

 

“Bila Arief enggan mundur sebagai hakim MK, publik tak lagi percaya terhadap MK sebagai guardian of constitution, melindungi hak-hak dasar warga. MK menjaga etik dirinya saja tidak sanggup,” ujarnya.

 

“Saya khawatirkan bukan lagi semata ketidakpercayaan publik atas marwah MK, melainkan reproduksi pelecehan dan pembodohan hukum yang ditampilkan semakin terbuka dan berdampak sistemik menghancurkan pondasi negara hukum Indonesia.”

 

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Syamsuddin Haris meminta desakan Arief mundur mesti digaungkan hakim MK lainnya. Sebab, menjaga kewibawaan dan marwah MK menjadi tanggung jawab semua hakim konstitusi. “Membiarkan Arief Hidayat bertahan dengan jabatannya saya kira sama halnya dengan membiarkan keruntuhan lembaga MK itu sendiri. Apalagi sebelumnya sudah ada kasus Akil Mochtar dan Patrialis Akbar yang telah mempermalukan MK,” ujar Dosen Pasca Sarjana Universitas Nasional (Unas) Jakarta ini.

Tags:

Berita Terkait