Perppu Cipta Kerja Dinilai Bentuk Pembangkangan Konstitusi
Utama

Perppu Cipta Kerja Dinilai Bentuk Pembangkangan Konstitusi

YLBHI menuntut Presiden melaksanakan Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020, menarik kembali Perppu No.2 Tahun 2022, hingga mengembalikan semua pembentukan peraturan sesuai prinsip konstitusi, negara hukum yang demokratis, dan HAM. Menkopolhukam Mahfud MD menilai keberadaan Perppu No.2 Tahun 2022 secara otomatis menggantikan UU No.11 Tahun 2020.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

Viktor mengingatkan amanat Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 sudah jelas, apabila UU Cipta Kerja dalam 2 Tahun (hingga 25 November 2023) tidak diperbaiki akan dianggap inkonstitusional secara permanen. Namun ternyata Pemerintah bukannya memanfaatkan 2 tahun ini untuk memperbaiki, tapi malah mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu Cipta Kerja itu. 

Terpisah, YLBHI mengecam penerbitan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ia menilai penerbitan Perppu ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap Konstitusi RI. Hal ini gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo. Ini semakin menunjukkan Presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan MK. 

“Presiden justru menunjukkan kekuasaan ada di tangannya sendiri, tidak memerlukan pembahasan di DPR, tidak perlu mendengarkan dan memberi kesempatan publik berpartisipasi. Hal ini jelas bagian dari pengkhianatan konstitusi dan melawan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis,” ujar Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangannya kepada Hukumonline, Jum’at (30/12/2022).  

Tidak memenuhi syarat

Bagi YLBHI, penerbitan Perppu ini jelas tidak memenuhi syarat yakni adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum, dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan UU seperti biasa sesuai amanat Putusan MK No.138/PUU-VII/2009. Presiden seharusnya mengeluarkan Perppu Pembatalan UU Cipta Kerja sesaat setelah UU Cipta Kerja disahkan, karena penolakan yang masif dari banyak elemen masyarakat.

Akan tetapi, saat itu Presiden justru meminta masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja melakukan judicial review ke MK. Saat MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, Presiden justru mengakalinya dengan menerbitkan Perppu. Perintah MK jelas Pemerintah harus memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan menerbitkan Perppu. Dampak perang Ukraina-Rusia dan ancaman inflasi dan stagflasi yang membayangi Indonesia adalah mengada-ada dan tidak masuk akal sebagai alasan penerbitan Perppu ini.

“Alasan kekosongan hukum juga alasan yang tidak berdasar dan justru menunjukkan inkonsistensi. Pemerintah selalu mengklaim UU Cipta Kerja masih berlaku walau MK sudah menyatakan inkonstitusional bersyarat,” bebernya.  

MK dalam putusannya juga melarang Pemerintah membentuk peraturan-peraturan turunan pelaksana dari UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Tetapi dalam perjalanannya Pemerintah terus membentuk peraturan turunan. 

Tags:

Berita Terkait