Perpres Fiktif Positif Belum Terbit, Advokat Ini Gugat Presiden ke PTUN
Utama

Perpres Fiktif Positif Belum Terbit, Advokat Ini Gugat Presiden ke PTUN

Tindakan tergugat (Presiden RI) yang tidak menetapkan/menerbitkan Perpres sebagai amanat Pasal 53 ayat (5) UU Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah oleh Pasal 175 UU Cipta Kerja sebagai ketentuan lebih lanjut mengenai (bagaimana) bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan, dianggap dikabulkan secara hukum.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

Persoalannya, sejak terbitnya UU Cipta Kerja hingga saat ini, Presiden Republik Indonesia belum menerbitkan Perpres yang mengatur tentang ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang seperti apa dianggap dikabulkan secara hukum berdasarkan amanat Pasal 53 ayat (5) UU Administrasi Pemerintahan sebagaimana termuat dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja.

“Saat ini terjadi kekosongan hukum (aturan) dalam melaksanakan Perubahan Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan melalui Pasal 175 UU Cipta Kerja,” kata Viktor.

Padahal terdapat tenggat waktu, paling lama 3 bulan bagi Pemerintah cq Presiden wajib untuk menetapkan peraturan pelaksana sebagaimana diatur dalam Pasal 185 huruf a UU Cipta Kerja. Artinya 3 bulan sejak UU Cipta Kerja disahkan dan diundangkan (tanggal 2 November 2020, red), maka paling lama (tanggal 2 Februari 2021, red) seluruh peraturan pelaksana UU Cipta Kerja sudah harus diterbitkan.

“Termasuk Perpres tentang Fiktif Positif sebagai tindak lanjut perubahan Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan sebagaimana termuat dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja hingga saat ini belum juga diterbitkan/diundangkan,” tegasnya.  

Hal ini tentunya merugikan kepentingan penggugat yang berprofesi sebagai Advokat. Sebab, dampak kekosongan hukum ini membuat penggugat saat mendapat kuasa melakukan upaya fiktif positif karena permohonan administratif ke Kementerian Hukum dan HAM selama 5 hari menurut Perubahan Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan yang termuat dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja tidak dibalas atau direspons. Bahkan hingga lewat 10 hari juga tidak dibalas.

“Penggugat secara khusus dan seluruh Advokat atau seluruh masyarakat Indonesia secara Umum yang sedang menempuh atau akan menempuh upaya fiktif positif mengalami kerugian akibat kekosongan hukum yang menjadi dasar hukum melakukan upaya fiktif Positif.”

Menurutnya, sikap diam/tidak mengeluarkan Perpres sebagai pelaksana UU Cipta Kerja tersebut telah terbukti melanggar atau bertentangan Pasal 185 huruf a UU Cipta Kerja yang memberi tenggat waktu “kewajiban” paling lama 3 bulan kepada Presiden untuk menerbitkan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja. Hal ini juga bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sebagaimana diatur Pasal 10 UU Administrasi Pemerintah yang meliputi: kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.

Artinya sikap diam/tidak melakukan perbuatan konkret dalam bentuk tidak mengeluarkan Perpres melanggar asas kepastian hukum, kemanfaatan, kepentingan umum dan pelayanan yang baik. Sikap diam ini oleh Peradilan Tata Usaha Negara haruslah dinyatakan sebagai perbuatan faktual pemerintah yang bertentangan dengan UU dan AUPB yang menimbulkan kerugian bagi penggugat berupa terhalangnya hak memperoleh perlindungan hukum dan kepastian hukum serta pelanggaran atas akses prosedur yang tepat.

Ditegaskan Viktor, objek gugatan ini adalah PMH oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan yakni tindakan tergugat yang tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan yakni Perubahan Pasal 53 ayat (5) UU Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja sebagaimana diwajibkan berdasarkan ketentuan Pasal 185 huruf a UU Cipta Kerja.

“Tindakan tergugat (Presiden RI) yang tidak menetapkan/menerbitkan Perpres sebagai amanat Pasal 53 ayat (5) UU Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah oleh Pasal 175 UU Cipta Kerja sebagai ketentuan lebih lanjut mengenai (bagaimana, red) bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan, dianggap dikabulkan secara hukum,” demikian bunyi salah satu petitum gugatan ini.

Tags:

Berita Terkait