Perspektif Hukum Keabsahan Bukti dan Transaksi Elektronik
Pojok PERADI

Perspektif Hukum Keabsahan Bukti dan Transaksi Elektronik

Pada Jumat (1/7), Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN Peradi bekerja sama dengan PT Pusat Pengembangan Hukum Bisnis Indonesia (PPHBI) mengadakan webinar bertema ‘Perspektif Hukum Keabsahan Bukti dan Transaksi Elektronik’.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Webinar Peradi bertema 'Perspektif Hukum Keabsahan Bukti dan Transaksi Elektronik' pada Jumat (1/7). Foto: istimewa.
Webinar Peradi bertema 'Perspektif Hukum Keabsahan Bukti dan Transaksi Elektronik' pada Jumat (1/7). Foto: istimewa.

Kemajuan teknologi saat ini turut berkontribusi pada kemudahan bagi setiap orang dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hampir seluruh kebutuhan dapat terpenuhi dan dilaksanakan secara elektronik. Apalagi, situasi pandemi Covid-19 sejak 2020 di Indonesia juga turut memaksa setiap orang untuk beraktivitas sepenuhnya di rumah; dan melakukan banyak hal maupun transaksi secara daring dan elektronik.

 

Dalam dunia hukum, fenomena perkembangan digital tersebut telah direspons dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, dalam perjalanannya, implementasi UU ITE mengalami persoalan-persoalan di persidangan, khususnya tentang keabsahan alat bukti elektronik.

 

Hal ini karena tidak semua informasi dan transaksi elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sehingga bukti tersebut dapat digunakan. Selain itu, masih ditemukan banyak kebingungan karena belum ada aturan yang secara khusus mengatur mengenai pembuktian elektronik tersebut.

 

Hukumonline.com

Webinar dilaksanakan oleh Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN Peradi bekerja sama dengan PT Pusat Pengembangan Hukum Bisnis Indonesia (PPHBI). Foto: istimewa.

 

Wakil Ketua Umum, Happy S. P. Sihombing menjelaskan,  dalam situasi di masa sekarang, di mana banyak transaksi dilakukan secara elektronik, seorang  praktisi  hukum  perlu memahami aspek hukum dan keabsahan dalam melakukan transaksi elektronik, pembuatan kontrak elektronik, serta praktik pembuktian alat bukti secara elektronik. "Hal ini sejalan dengan tujuan Program Pendidikan Hukum Berkelanjutan yakni mengembangkan skill yang dimiliki para advokat, baik soft skill maupun hard skill. Bagaimanapun, seorang advokat harus dapat menyesuaikan pengetahuan yang dimilikinya sesuai dengan perkembangan peraturan perundang- undangan," katanya.

 

Pada Jumat (1/7), Bidang Pendidikan Berkelanjutan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) bekerja sama dengan PT Pusat Pengembangan Hukum Bisnis Indonesia (PPHBI) mengadakan webinar bertema ‘Perspektif Hukum Keabsahan Bukti dan Transaksi Elektronik’. Dimulai pada pukul 09.00-11.30 WIB webinar diselenggarakan melalui platform Zoom.

 

Webinar ini sendiri dihadiri oleh sepuluh peserta. Namun, berbeda dengan webinar sebelumnya, peserta diberi fokus terhadap materi dengan menghadirkan narasumber praktisi hukum, yaitu Paku Utama, S.H., LL.M., Ph.D. Adapun webinar dibagi ke dalam tiga sesi, yaitu Transaksi Elektronik; Bukti Elektronik; dan Praktik Pembuktian Alat Bukti Elektronik disertai penjelasan, contoh kasus, serta dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi).

Tags: