Pertama di Dunia, "Robot Lawyer" Penasihat Hukum Terdakwa di Persidangan AS
Utama

Pertama di Dunia, "Robot Lawyer" Penasihat Hukum Terdakwa di Persidangan AS

Bekerja melalui smartphone Terdakwa pada aplikasi DoNotPay, robot lawyer akan mendengarkan argumentasi di persidangan secara real time. Dari situ, AI akan memberitahukan terdakwa apa yang perlu disampaikan melalui earphone.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

Tujuan menghadirkan robot lawyer ini menurut Joshua adalah untuk mendemokratisasikan representasi hukum dengan membuat aksesnya gratis bagi kalangan yang tidak mampu. Lebih lanjut, pada sejumlah kasus dimaksudkan pula agar dapat menghilangkan kebutuhan terhadap advokat berbiaya tinggi. Namun, menyadari fakta ilegalitas penggunaan teknologi di banyak ruang sidang pengadilan, menurutnya komersialisasi robot lawyer belum dapat dilakukan dalam waktu dekat.

“Kami ingin mempersiapkan individu dengan tools yang sama dengan apa yang biasanya diakses oleh perusahaan-perusahaan besar, tetapi di luar jangkauan yang tidak memiliki sumber daya berlimpah. Yang kami coba lakukan adalah mengotomatiskan hak konsumen. Teknologi baru biasanya jatuh ke tangan perusahaan besar terlebih dahulu, dan tujuan kami adalah meletakkannya di tangan orang terlebih dahulu,” kata dia.

Seperti dalam hal ini ialah chatbot ChatGPT yang digerakkan oleh AI dan tengah ramai dibincangkan publik. Pasalnya, melalui AI tersebut dapat untuk mengeluarkan esai berkenaan dengan berbagai topik dalam waktu kurang dari satu menit. Akan tetapi, Joshua menyoroti kekurangannya dan dalam beberapa aspek.

“ChatGPT sangat bagus dalam melakukan percakapan, tetapi sangat buruk dalam mengetahui hukum. Kami harus melatih kembali AI ini untuk mengetahui hukum. AI adalah ‘siswa sekolah menengah’, dan kami mengirimnya ke Fakultas Hukum,” ungkap Founder DoNotPay itu.

Sebagai informasi, perusahaan DoNotPay yang menyajikan robot lawyer ini telah berdiri sejak tahun 2015 di California. Pendirinya ialah seorang ilmuwan komputer jebolan Stanford University, Joshua Browder, yang mulanya menghadirkan DoNotPay sebagai chatbot untuk memberi nasihat hukum bagi konsumennya yang berhadapan dengan denda, biaya keterlambatan, dan tiket parkir. Lalu, perusahaan ini mulai beralih ke AI pada tahun 2020.

Sejak diluncurkan, aplikasi ini mulai ramai di berbagai wilayah Britania Raya dan Amerika Serikat seperti disampaikan Business Insider. Eksistensinya membantu banyak pengguna dalam menulis surat yang berhubungan dengan berbagai masalah seperti klaim asuransi, surat keluhan kepada otoritas atau bisnis lokal, mengajukan visa turis, dan masih banyak lagi.

Dikatakan Joshua bahwa penggunaan DoNotPay semakin meningkat selama pandemi Covid-19. Pihaknya mengaku telah memakan waktu yang panjang untuk melatih AI assistant DoNotPay atas kasus hukum yang melingkupi cakupan yang luas serta memastikan aplikasi untuk tetap sesuai dengan kebenaran.

“Kami berusaha meminimalkan tanggung jawab hukum kami. Dan tidak baik jika justru memutarbalikkan fakta dan terlalu manipulatif. Tujuan utama kami adalah membuat aplikasi ini menggantikan beberapa advokat sekaligus untuk menghemat uang terdakwa,” tuturnya kepada New York Post pada Kamis (5/1/2022) lalu.

Menurutnya, meski masih terdapat banyak advokat bagus di luar sana, namun banyak advokat yang memberikan tarif harga yang terlalu tinggi untuk apa yang disebutnya 'copy and paste' dokumen. “Saya pikir mereka pasti akan diganti, dan mereka harus diganti,” imbuhnya yang yakin akan tergantikannya advokat dengan teknologi terbarukan itu.

Untuk diketahui, dilansir pada situs resmi DoNotPay, mengklaim sebagai Robot Lawyer pertama di dunia. Tak hanya untuk mendampingi Terdakwa di persidangan, melainkan juga mengklaim kebolehannya dalam hal melawan korporasi, mengalahkan birokrasi, dan menuntut siapapun ‘hanya dengan menekan satu tombol’.

Tags:

Berita Terkait