Pertambangan tanpa izin (PETI) pada sektor pertambangan mineral dan batubara mendominasi perkara yang paling banyak masuk dan diputus oleh pengadilan sepanjang tahun 2022. Hal tersebut merupakan hasil kajian Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) terkait dengan pemetaan terhadap kasus hukum sektor energi dan pertambangan.
Temuan tersebut mengonfimasi bahwa kondisi kegiatan ilegal mining saat ini sudah dalam situasi yang mengkhawatirkan. Peneliti PUSHEP, M Wirdan Syaifullah mengatakan bahwa situasi tersebut tidak boleh diabaikan begitu saja. "Kegiatan PETI ini sangat kompleks. Melibatkan berbagai oknum yang tidak bertanggungjawab. Kita dorong agar pemerintah berani mengambil sikap atas kegiatan ilegal tersebut," ungkapnya.
Menurut Wirdan, kompleksitas ilegal mining ini terjadi karena ada dugaan keterlibatan permainan antara elit pemerintah pusat dan pemerintah di daerah. Selain itu, kegiatan tersebut juga cenderung dilindungi oleh oknum aparat, dari pangkat yang kecil hingga pangkatnya berbintang. Kegiatan pertambangan tanpa izin cenderung dibiarkan tanpa penindakan yang tegas.
Baca Juga:
- Kalah di WTO Terkait Larangan Ekspor Nikel, Presiden Jokowi: Banding!
- DPR Dukung Upaya Banding WTO, Pemerintah Harus Fokus Hilirisasi
"Parahnya lagi, hukuman atau sanksi yang diberikan terhadap pelaku sangat lemah dan tidak memberikan efek jera" kata Wirdan dalam kegiatan diskusi tersebut.
Wirdan menambahkan bahwa ilegal mining banyak terjadi di wilayah dengan potensi pertambangan mineral yang besar. Kegiatan dilakukan secara terang-terangan. Para pelaku seperti tidak takut melakukan penambangan tanpa izin tersebut.
"Negara seperti tak berdaya menghadapi mafia tambang itu. Ini sangat merugikan negara. Sumber daya alam dirusak. Penerimaan negara hilang begitu saja. Hal ini merupakan masalah serius dalam tata kelola pertambangan Indonesia yang membutuhkan perhatian serius semua pihak", tutur Wirdan.